Home »
Kisah Nabi Isa AS.. Menurut Pandangan Islam
Home »
Kisah Nabi Isa AS.. Menurut Pandangan Islam
Home »
Kisah Nabi Isa AS.. Menurut Pandangan Islam
Kisah Nabi Isa AS.. Menurut Pandangan Islam
Kisah Nabi Isa as - Riwayat Nabi Isa as - Cerita Nabi Isa as - Dongeng Nabi Isa as - Kisah 25 Nabi dan Rosul - Kumpulan Kisah Nabi Isa as - Sejarah Nabi Isa as
Setelah pada postingan tadi kita simak bersama Kisah Nabi Sulaiman as, Nah, kali ini saya sajikan kisah Nabi selanjutnya dari Kisah Nabi Isa as yang saya rangkum disini dalam Kisah 25 Nabi dan Rosul.
Matahari
tampak akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar
pepohonan. Harum semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu
menembus jendela mihrab dan mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis
perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar suaranya.
Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan.
Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur
kepadaAllahSWT.
Seekor burung hinggap di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas
dan mengarahkan ke matahari serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia
terjun ke air dan mandi di dalamnya. Kemudian ia terbang ringan di
sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk menyirami pohon mawar
yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh di luar
mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan
menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para
malaikat memanggilnya:
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan
melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).”
(QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin bertambah.
Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat yang
memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir
terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan fisiknya. Di tempat itu
tidak terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu.
Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai
meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang
lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan
kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali
tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya.
Perasaan yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya.
Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam,
sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan
kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).” (QS. Ali
‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah
SWT telah memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para
wanita dunia. Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para malaikat
kembali berkata kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)
Perintah tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau
meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT.
Maryam lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam
merasakan bahwa sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya. Beliau
merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin
menguat saat ini.
Matahari meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit
sedangkan bulan duduk di atas singgasananya di langit dan di
sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan putih. Kemudian
datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam salatnya.
Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu beliau
membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh
dari mesjid yang hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu
jauh dari jangkauan manusia sehingga tak seorang pun mendekatinya.
Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi Maryam untuk
melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati pohon
mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian ia
memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua
malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi.
Beliau tidak mendengar suara kaki yang berjalan, tetapi beliau
mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta pasir. Maryam
merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia menoleh
ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua
matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang
berdiri di sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya.
Maryam berkata dalam dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di
sana. Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia
gelisah. Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih
daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan
kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan kerendahan hati
yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu
mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang
yang menyembah Allah SWT selama julaan tahun. Maryam bertanya kepada
dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan orang asing itu
membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai Maryam.”
Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya.
Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya
kepadanya, “Apakah engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa
kepadanya?” Kemudian orang itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat
itu dipenuhi cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya
matahari, cahaya bulan, cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api.
Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih. Kemudian terngianglah di
kepala Maryam kalimat: “Aku adalah seorang utusan Tuhanmu.” Kalau
begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang
telah berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril
berdiri di depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan
kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya
bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah
Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali
kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan
bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi
Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya
adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum
menikah dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia
melahirkan anak tanpa melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini
berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada Jibril:
“Maryam berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki,
sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan
(pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril berkata:
“Demikianlah Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar
dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari
Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS.
Maryam: 21)
Maryam menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata
kepadanya bahwa ini adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang
diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus
(ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh seorang manusia pun. Bukankah
Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah dan seorang ibu?
Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita. Hawa
diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa
perempuan.
Biasanya manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan;
biasanya ia memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah
SWT menginginkannya untuk terjadi. Kemudian Jibril meneruskan
pembicaraannya:
“Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra
yang didptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih
Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan di akhirat dan
termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara
dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk
di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran: 45-46)
Keheranan Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung
anak itu di perutnya ia telahmengetahui namanya. Bahkan ia menhetahui
bahwa anaknya itu akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil.
Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain,
Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara ke arah Maryam.
Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum pernah
dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam
dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain,
Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil.
Maryam segera kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia
tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan
kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian yang dalam.
Kini, Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia
merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang
dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya
menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan
ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan
menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan
kasih sayang.
Maryam di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh.
Belum lama ia membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika
melihat mihrab dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi
musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang telah
terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana kejadian saat menyiram pohon
mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat Jibril, bagaimana Allah
SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali ke mihrab, dan
bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada dirinya sambil
melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian
buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: “Engkau
tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau
harus makan dengan baik. Dan Maryam mulai makan.
Lalu berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan
kandungan umumnya wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa
berat; ia tidak merasakan sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya
tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil, kehamilan yang
dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan yang
kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa Maryam tidak
mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya secara
langsung sebagai mukjizat.
Pada suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa
bahwa sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat
sesuatu itu. Kakinya membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi
dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh seseorang
pun karena saking jauhnya; tempat yang tidak diketahui oleh seseorang
pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan
melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup.
Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak
ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah
pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada
dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya, Maryam
melahirkan:
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada
pangkal pohon kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah baiknya aku mati
sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi
dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini
menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya.
Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan
tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita yang
masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah
manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada
seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan
mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia
kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya
dipenuhi dengan kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta
agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu
memanggilnya:
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan
anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke
arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan buah kurma yang masak
kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu rnelihat
seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS. Maryam: 24-26)
Maryam melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak
kemerah-merahan dan rambutnya tidak keriting seperti anak-anak yang
lahir di saat itu, tetapi ia berkulit lembut dan putih. Anak itu
diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak itu berbicara kepada
Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta padanya agar
menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya sebagian
buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya
sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak
berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia,
maka hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah
SWT untuk berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru
dilahirkan beberapa saat tetapi ia langsung memikul tanggung jawab
ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan
orang-orang fakir. Maryam melihat bahwa wajah anak itu menyiratkan
tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang mengisyaratkan bahwa ia datang
ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya
segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar.
Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma
yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia
memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.
Saat itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih-berganti
ketenangan dan kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju
pada satu hal, yaitu Isa. Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana
orang-orang Yahudi akan menyambutnya, apa yang akan mereka katakan
tentangnya, apa yang akan mereka katakan terhadap Maryam, apakah para
pendeta dan para pembesar Yahudi percaya bahwa Maryam melahirkan
seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun? Bukankah mereka
terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah seseorang
di antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa langit
telah memberinya seseorang anak.
Akhirnya, masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus
kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar
besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi
dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka duduk
berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama Maryam melewati
pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak kecil yang
didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang masih
perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk
berkata: “Itu adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan
disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan
berbagai macam pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau
tidak mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau
datang dengan membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang
masih perawan?”
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang
jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maryam dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa
terlebih dahulu mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian
atau membuktikan bahwa perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca
sana-sini dan ia diingatkan, bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh
dari rumah yang baik dan bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa
semua ini terjadi padanya? Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak
tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan
cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan
semakin sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ia
menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk Isa.
Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa
Maryam berpuasa dari berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya
kepada anak itu. Para pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana mereka akan
melontarkan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang baru lahir
beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di buaiannya” Mereka
berkata kepada Maryam:
“Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS. Maryam: 29)
Berkata Isa:
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan
Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang
diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong
lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu, pada hari
aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan
hidup kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para
pendeta dari kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka
menyaksikan mukjizat terjadi di depan mereka secara langsung. Anak
kecil itu berbicara di buaiannya; anak kecil yang datang tanpa seorang
ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa Allah SWT telah memberinya
al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti bahwa kekuasaan
mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan menjadi
tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara
mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi
mereka melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun
di bumi. Atau pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang
akan datang kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan
al-Masih berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata
kepada Allah SWT. Ini berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang
mereka yakini. Perbedaan antara ajaran-ajaran Musa dan
tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara
bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para pendeta
Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di
masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan
kebohongan yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran,
padahal mereka menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa
buaian.
Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat.
Meskipun demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi,
yaitu Heradus. Ia memimpin orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi
dengan kekuatan pedang. Ia menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan
darah serta banyaknya mata-mata yang dimilikinya. Pada suatu hari, ia
duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia mendengar berita yang
samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah; seorang anak yang
dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan
pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi.
Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia
memerintahkan untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri
oleh para pengawalnya dan para mata-matanya. Pertemuan itu pun
terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat, lalu ia
memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan bertanya: “Bagaimana
berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”
Salah seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak
benar. Kami telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka
katakan bahwa ia membuat mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia.
Lalu saya mengutus anak buahku untuk mencari kebenaran berita itu,
tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas bagi kami, bahwa berita itu
dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu anggota mata-mata raja berkata:
“Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga orang dari
orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat
menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran
anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan
menyelamatkan kaumnya.” Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat
menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?” Salah
seorang mata-mata berkata: “Anak buahku tidak mengetahuinya karena
orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang pun menemukan
mereka.”
Hakim berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu
bagaimana cerita anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan
untuk menentang Romawi?” Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia
menyebut Romawi, dan ia mulai berbicara dengan keadaan emosi: “Aku
menginginkan kepala tiga orang yang cerdik itu dan aku juga
menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku menginginkan informasi yang
lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai orang-orang yang bodoh.”
Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya mimpi yang
dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata:
“Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari
merpati jika kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang
anak ini. Kebingungan dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah
kalian dari sini.”
Anak buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk
memikirkan masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat
menggelisahkannya. Ia tidak peduli dengan kedatangan agama baru kepada
manusia tetapi yang dipikirkannya adalah kekuasaan Romawi yang ia
menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan untuk memanggil pemuka
orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini. Para
pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama
orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin
berbicara kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.”
Pendeta Yahudi itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan
tentang anak kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia
mengatakan bahwa ia akan menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita
yang sebenarnya tentang itu?” Pendeta itu berkata—dan ia merasa bahwa
pertanyaan itu sepertinya berupa jebakan yang tidak diketahuinya secara
pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli dengan agama Yahudi?” Heradus
berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli sedikit pun selain
kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.” Pendeta Yahudi
itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa
seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada
dirinya, maka ia lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada
Heradus bahwa ia mendengar cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang
kedatangan seorang penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata:
“Ini benar wahai tuan yang mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian
mengetahui ini adalah persekongkolan menentang keamanan kerajaan
Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk pengkhianatan?”
Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu
pemikiran yang sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang
kuno. Berita ini diyakini ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak
ratusan tahun.”
Heradus berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita
ini? Sekarang, apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau
melihat anak kecil itu yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa
seorang ayah?” Pendeta itu berkata: “Apakah ada seorang yang percaya
wahai tuan yang mulia jika dikatakan ada seorang anak yang lahir tanpa
seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”
Heradus berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata
seorang penguasa selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan
jika engkau mendengar berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum
engkau sampaikan kepada istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga
Heradus berpikir, bagaimana seandainya pendeta itu berbohong. Ia
menangkap benang kebohongan pada kedua matanya. Ia mengetahui
kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai berbohong. Kemudian
bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti bintang?
Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak
diketahuinya?
Heradus berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka
untuk menangkap semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan
melihat akibatnya. Mula-mula dia memerintahkan untuk mencari gadis
perawan yang melahirkan anak itu dan membunuh setiap anak yang lahir di
saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari Palestina menuju ke Mesir.
Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya seseorang yang belum
pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam kepadanya serta
menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai Maryam dan
keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya,
“Mengapa? Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa
mengenali jalan?” Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya
Allah SWT akan melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu
dan ingin membunuhmu.”
Maryam bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab:
“Sekarang juga. Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau
keluar bersama seorang Nabi yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya
dari negeri mereka dan rumah mereka. Demikianlah hukum kehidupan.
Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan kebaikan tetapi pada
akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya. Keluarlah
wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam
melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam
berjalan membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa
di mana ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil
dari sisi thur al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan
melelahkan, Maryam sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan
kebaikan, kemuliaan, kebudavaan klasik serta cuacanya yang stabil
mempakan tempat yang terbaik untuk pertumbuhan Isa as.
Al-Masih tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir.
Kemudian datanglah kepada Maryam orang asing yang telah
memerintahkannya untuk meninggalkan Palestina. Kali ini, ia
memerintahkannya untuk kembali ke Palestina. Orang asing itu berkata
kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka kembalilah bersama anakmu
wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa untuk menduduki
singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan
orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali.
Dalam perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.
Isa pun tumbuh menjadi dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar
dari rumahnya dan menuju tempat penyembahan kaum Yahudi. Saat itu
bertepatan dengan hari Sabtu. Di sana tidak ada satu rumah pun dari
rumah kaum Yahudi yang dapat menyalakan api atau memadamkannya pada
hari Sabtu, atau mengambil buah di hari itu. Dilarang bagi seorang
wanita untuk membikin adonan roti atau seseorang anak kecil mencuci
anjingnya. Nabi Musa telah memerintahkan untuk menghormati hari Sabtu
dan hanya mengkhususkanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Terdapat hikmah di balik penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu
menjadi hari yang sangat disucikan di kalangan orang-orang Yahudi.
Mereka melaksanakannya dengan berbagai macam tradisi dan mereka
mencurahkan segala konsentrasi mereka untuk menjaga hari Sabtu dan
tidak meremehkannya. Sebab, mereka meyakini bahwa hari Sabtu adalah
hari yang dijaga dari langit sebelum Allah menciptakan manusia
sebagaimana mereka percaya bahwa Bani Israil telah diberikan pilihan
kepada satu jalur saja, yaitu menjaga hari Sabtu. Mereka bangga karena
mereka dapat menjaganya meskipun hal itu menyebabkan mereka kalah di
kancah peperangan atau mereka tertawan di tangan musuh. Bahkan saking
ketatnya mereka mempertahankan kehormatan hari Sabtu sampai-sampai
mereka menambah-nambahi berbagai macam larangan di hari Sabtu. Majelis
kaum Yahudi menetapkan ratusan larangan yang tidak boleh dilakukan di
hari Sabtu, seseorang dilarang untuk memakai gigi palsu di hari Sabtu.
Seorang yang sakit dilarang untuk memakai perban atau memakai minyak di
tempat yang sakit pada hari Sabtu atau memanggil dokter. Dilarang pula
di hari Sabtu untuk menulis dua huruf abjad; dilarang juga untuk
mempertahankan diri pada hari Sabtu; dilarang untuk panen dan belajar
di hari Sabtu. Kemudian, bepergian di hari Sabtu diharuskan untuk tidak
lebih dari dua ribu yard. Dilarang juga dihari Sabtu untuk membawa
sesuatu ke luar rumah.
Jadi, banyaknya syariat, hukum serta larangan-larangan biasanya diikuti
dengan banyaknya keburukan atau paling tidak membantu terciptanya
keburukan. Setiap timbul suatu larangan, maka timbul bersamanya cara
untuk menghindar darinya. Demikianlah, kehidupan kaum Yahudi dipenuhi
dengan kemunafikan yang luar biasa di mana secara lahiriah mereka
menampakkan penghormatan terhadap hari Sabtu, tetapi secara batiniah
mereka berusaha menodai kehormatan dengan berbagai macam cara.
Meskipun kelompok Farisiun bertanggung jawab terhadap tugas pelaksanaan
syariat dan mengawasinya dengan banyak mendapatkan jarninan-jaminan,
maka kita akan melihat bahwa mereka siap untuk menciptakan berbagai
rekayasa dan tipu daya yang memungkinkan mereka untuk menghindar dari
hukum-hukum syariat di saat yang tepat. Saat yang tepat adalah saat di
mana syariat-syariat tersebut bertentangan dengan kepentingan pribadi
mereka atau dapat menjadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan mata
pencaharian yang haram yang sudah siap masuk pada kantong mereka.
Misalnya, terdapat kaidah syariat yang menetapkan perjalanan pada hari
Sabtu tidak boleh melebihi dua ribu yard. Namun orang-orang Farisiun
mengadakan walimah di mana mereka mengundang orang-orang untuk
menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu, padahal tempat diadakannya
acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari rumah mereka. Lalu,
bagaimana mereka dapat melaksanakan hal tersebut? Sangat mudah sekali.
Mereka meletakkan pada sore hari Sabtu sebagian makanan yang berjarak
dua ribu yard dari rumah mereka lalu setelah itu mereka mendirikan
suatu tempat tinggal di mana mereka dapat berjalan setelahnya dan
menempuh dua ribu yard yang lain. Dari sini mereka dapat menambah jarak
yang mereka inginkan. Begitu juga agar mereka menghindar dari larangan
membawa sesuatu ke luar rumah pada hari Sabtu, maka mereka membuat tipu
daya yang lain. Yaitu mereka mendirikan gerbang-gerbang pintu dan
jendela di berbagai jalan sehingga seluruh kota seperti rumah besar
yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa segala sesuatu dan bergerak
di dalamnya.
Contoh lain yang menunjukan bagaimana orang-orang Yahudi mempermainkan
syariat sedangkan mereka mengklaim menjaganya adalah, bahwa syariat
Musa menetapkan agar seorang anak menginfaki kedua orang tuanya saat
mereka menginjak usia tua dan membutuhkannya. Tetapi kaum Farisiun
memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk lari dan menghindar dari
tanggung jawab ini dengan suatu tipu daya yang sederhana. Ketika
seorang anak dituntut oleh kedua orang tuanya untuk memberi nafkah,
maka ia pergi ke para pendeta dan bersepakat kepada mereka untuk
mewakafkan semua hartanya dan kekayaannya kepada haikal, yaitu tempat
sembahan kaum Yahudi. Saat itu kedua orang tuanya tidak mampu mengambil
sesuatu pun darinya. Ketika mereka berdua telah putus asa dan tidak
lagi menuntut padanya untuk memberi nafkah, maka semua harta
kekayaannya akan dikembalikan kepadanya oleh para pendeta, dengan
catatan hendaklah ia memberikan bagian tertentu dari hartanya kepada
para pendeta itu. Demikianlah yang terdapat dalam Injil Mata.
Di tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga
terdapat sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang mengelilingi
kaum Yahudi. Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh enam salat
yang harus mereka lakukan saat mereka membasuh tangan sebelum memakan
makanan, namun mereka menganggap bahwa meniadakan pembacaan salat-salat
sebagai bentuk pembunuhan terhadap jiwa dengan cara bunuh diri dan
tercegah dari kehidupan abadi. Demikianlah kekerasan sikap masyarakat
Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka telah rusak dan dipenuhi
dengan kemunafikan yang tiada taranya.
Sementara itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang
berjalan di sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian
yang berwarna dan berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju
putih dan menampakkan kezuhudannya. Rambut Isa tampak lembut yang
mencapai kedua bahunya dan tampak ia basah terkena air awan yang
menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya berjalan di atas tanah
sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak diketahui
sumbernya. Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang
sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik
buah di suatu kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan kepada
anak kecil yang fakir dan lapar. Tindakan semacam ini menurut
kepercayaan Yahudi dianggap sebagai tindakan yang menentang agama
Yahudi.
Isa mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki bukan terletak pada
ketaatan eksternal sementara hati jauh dari sikap rendah diri. Oleh
karena itu, Isa mencabut buah dan memberikan makan kepada manusia pada
hari Sabtu. Beliau menyalakan api untuk wanita-wanita tua sehingga
mereka tidak mati kedinginan.
Isa sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di
dalamnya dan mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di
sekitarnya. Sesampainya Isa di tempat sembahan, ia berdiri di dalamnya.
Isa mengamat-amati apa yang ada di dalamnya. Dinding-dinding tempat
beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang memiliki bau yang harum. Di
samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat dari kain-kain yang
mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat lampu-lampu yang
terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang memenuhi ruangan dengan
cahaya. Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti hati orang-orang yang
ada di situ.
Nabi Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia
memutarkan wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua
puluh ribu pendeta. Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka
adalah kaum Waliyun yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya
ada kitab-kitab syariat. Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai
pakaian yang lebar yang sisi-sisinya tertenun dengan emas. Mereka
adalah pembantu haikal yang resmi dengan memakai baju-baju mereka yang
putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah kelompok para pendeta aristokrat
yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka memperoleh kekayaan
melalui persekutuan ini. Nabi Isa memperhatikan bahwa jumlah pengunjung
haikalita lebih sedikit daripada jumlah para pendeta dan para tokoh
agama. Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing dan merpati yang
dibeli oleh para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka
menyerahkannya sebagai kurban kepada Allah. Yaitu kurban yang
disembelih di dalam tempat persembahan di atas tempat penyembelihan.
Alhasil setiap langkah yang diayunkan oleh para pejalan di tempat
penyembahan itu akan menghasilkan uang.
Di tempat penyembahan Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan kaum
Yahudi. Nilai satu-satunya yang disembah oleh manusia di zaman itu
adalah uang. Jadi, kemewahan materi atau kekayaan adalah nilai
satu-satunya yang karenanya manusia akan bergulat satu sama lain. Dalam
hal itu, tidak ada perbedaan antara tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat
dengan manusia-manusia biasa. Kaum Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja
sama di antara mereka di dalam haikal itu seakan-akan mereka di dalam
suatu pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk diri mereka dengan
terus mencari kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum Shaduqiyun dan
Farisiun berseteru dalam persoalan syariat dan hukum. Demikian juga,
mereka berseteru dalam menentukan kurban yang harus mereka raih di
haikal itu. Kaum Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu
harus dibeli dari harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap
bahwa harta dari haikal adalah hak mereka. Oleh karena itu, mereka
menganggap bahwa hewan kurban itu harus dibeli dengan jumlah
tersendiri. Begitu juga kaum Farisiun mewajibkan untuk membakar hewan
yang disembelih di atas tempat penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun
mereka mengambil hewan sembelihan ini untuk diri mereka sendiri.
Di dalam Talmud disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di
toko-toko mereka yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak
kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan
burung-burung merpati sehingga harga seekor burung merpati saja
mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu, salah satu tokoh Farisiun
yaitu Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang intinya mengurangi
kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang menyerahkan
merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai
seperempat Dinar. Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan
pukulan berat bagi pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama
anak-anak dari kepala pendeta.
Nabi Isa memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa
melihat kaum fakir yang tidak mampu membeli hewan kurban sehingga
mereka tidak mampu berkurban; Nabi Isa melihatbagaimana para pendeta
memperlakukan mereka dan memangsa mereka seperti serigala yang buas.
Nabi Isa berpikir di dalam dirinya, mengapa binatang-binatang itu
mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di udara, padahal di sana
terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? Mengapa mereka mengira
bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri dengan
darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan
toko-toko mereka untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak
berhutang dan mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang
kurban? Mengapa binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya
dirawat oleh para pendeta lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang
ini? Lalu, di manakah tempat orang-orang fakir di haikal itu? Bukankah
hal yang aneh ketika seseorang memasuki rumah dengan keharusan membawa
uang?
Nabi Isa pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota
menuju gunung. Dada Nabi Isa dipenuhi dengan kecemburuan yang suci
terhadap yang Maha Benar. Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat
berbagai macam kejahatan memenuhi dunia. Nabi Isa berdiri di atas
sebuah bukit dan beliau mulai melakukan salat. Tetesan-tetesan air mata
mulai berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi Isa mulai merenung
dan menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena kehausan
lalu ketika ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu
mekar kembali dan mendapatkan kehidupan. Tetesan air mata al-Masih
menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia dengan
dakwahnya. Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang
mulia meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi
itu dibunuh oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi
kehilangan banyak dari kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah wahyu
kepada Isa bin Maryam. Allah SWT memutuskan perintah-Nya agar ia
memulai dakwahnya.
Nabi Isa menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran yang
penuh dengan tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang
berat dan penuh tantangan serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di
jalan Allah SWT; beliau mulai membangun kerajaan yang tegak berdasarkan
kerendahan hati dan cinta. Kerajaan yang penguasanya bertujuan untuk
membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang memancarkan sikap rendah
diri dan cinta. Nabi Isa ingin menyelamatkan ruhani. Ajaran Nabi Isa
berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan kebangkitan. Nilai-nilai
dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam kehi-dupan orang-orang
Yahudi.
Syariat Musa menetapkan pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang
memukulmu di pipi sebelah kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya.
Lalu bagaimanakah orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut?
Jika yang dipukul mampu untuk menghancurkan rumah orang yang memukul,
maka ia tidak perlu merasa puas hanya sekadar memukul pipi sebelah
kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia memukul pipi
sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi dengan dendam
karena ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.
Jadi, kebencian adalah pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa.
Meskipun beliau adalah seorang Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi
yang besar namun syariatnya kini berada di bawah kekuasaan hati-hati
yang mati, yaitu hati-hati yang penuh dengan dendam dan kebencian.
Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap semua ini? Allah SWT telah
mengutusnya dan memperkuat Taurat yang dibawa oleh Musa sebagaimana
Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang nabi tidak
menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata
rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan
mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.
Kemudian apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut?
Yang jelas, tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari ilham
yang didapatnya dari Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum kepada
tujuan asli dari syariat. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada hikmah
syariat yang asli. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada cinta. Nabi Isa
tidak mengatakan sesuatu pun kepada orang yang memukul pipi sebelah
kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul pipi sebelah kanannya.
Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya. Inilah syariat
Nabi Isa yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi Musa. Ia
merupakan kedalaman yang mengagumkan dari kedalaman syariat Nabi Musa.
Nabi Isa ingin menetapkan kepada kaum di sekelilinginya tentang sesuatu
yang penting. Nabi Isa ingin memberitahu mereka bahwa syariat bukan
mengajari kalian untuk meletakkan dendam pada diri kalian lalu kalian
memukul lawan kalian. Syariat yang hakiki adalah, hendaklah kalian
menebar kasih sayang, pemaaf, dan cinta.
Terdapat banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu
mencintai diri mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh
demi makanan dan minuman. Mereka memberikan makan kepada anak-anaknya.
Perbedaan antara manu-sia dan binatang adalah perbedaan pada tingkat
cinta. Hewan tidak akan mampu melampui derajat cintanya kepada makhluk
yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak dapat membagi cintanya
kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu melakukan hal itu. Di
situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya dan kemanusiaannya.
Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan menjadi manusia
sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia
mendntai dirinya sendiri.
“Aku mendengar bahwa dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang yang
dekat denganmu dan membenci musuhmu, sedangkan aku berkata kepada
kalian, cintailah musuh kalian dan doakanlah orang yang melaknati
kalian. Berbuat baiklah kepada pembenci kalian dan salatlah untuk
orang-orang berbuat buruk kepada kalian.” (Injil Mata).
Dakwah Nabi Isa datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk
eksternal. Jika kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam
bentuk yang sederhana, maka pada hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan
untuk menghapus bid’ah yang dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun
terhadap syariat Nabi Musa dan menunjukkan hakikat syariat ini dan
tujuan-tujuannya yang tinggi. Di tengah-tengah masa materialisme yang
sangat luar biasa dan dunia dipenuhi dengan penyembahan terhadap emas
dan tersebarnya berbagai macam kejahatan, munculah dakwah al-Masih
sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan kesucian. Al-Masih
mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan perilaku ideal
dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan
idealisme tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan
solusi satu-satunya untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan
penyakit-penyakit menular; Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua
manusia tidak mampu untuk mencapai puncak yang diisyaratkannya. Tetapi
paling tidak, hendaklah setiap orang berusaha sedikit mendaki sehingga
ia selamat.
Dakwah Nabi Isa terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi Isa
bertujuan untuk menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap
sebagai pedoman perilaku individu, bukan suatu system
perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan kepada sumber utama,
yaitu ruh. Isa ingin raenghidupkan ruhani manusia dan membimbingnya
untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa datang dengan
didukung oleh ruhul kudus. Ruhul kudus adalah Jibril. Kita tidak
mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh Kudus: apakah
Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang pengutusannya? Jibril
turun kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau membawa mukjizat atau
justru mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia tidak bersama
mereka sepanjang waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril menemani
Isa sehingga beliau diangkat ke langit?
Hampir saja hati menjadi tenang dengan tafsiran ini karena dalam
kehidupan Nabi Isa terdapat sisi-sisi malaikat di mana beliau mempunyai
kemampuan yang luar biasa yang berupa mukjizat-mukjizat. Bahkan
kemampuan beliau sampai pada batas menghidupkan orang-orang mati dengan
izin Allah SWT. Begitu juga, beliau memiliki kemampuan yang luar biasa
di mana beliau dengan hanya meniupkan pada suatu tanah, maka tanah itu
terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin Allah SWT. Selain
itu, Nabi Isa sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang hidupnya
sehingga beliau diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. Ini juga
sifat malaikat di mana kita saksikan bahwa sebagian para nabi yang
diutus oleh Allah SWT dan memiliki beberapa wanita bahkan kitab-kitab
Yahudi menyebutkan bahwa jumlah istri-istri nabi mereka Sulaiman
misalnya, mencapai seribu wanita.
Isa hidup dalam keadaan tenggelam dalam ibadah seperti anak dari
bibinya, yaitu Yahya. Jika Yahya khusuk beribadah dan tinggal di gunung
dan gurun bahkan dia menginap di gua, maka hal itu adalah hal yang
alami baginya, sedangkan Isa hidup justru di tengah-tengah masyarakat
kota. Persoalannya adalah, bukan hanya Isa tidak terkait hubungan
dengan seorang wanita dan bukan hanya mukjizat-mukjizat yang
diperolehnya yang luar biasa yang berhubungan dengan ruh, tetapi yang
lebih dari itu adalah, bahwa beliau didukung oleh ruhul kudus sepanjang
masa dakwahnya. Tentu itu adalah nikmat yang tak seorang pun dari para
nabi sebelumnya diberi. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah
nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan
roh kudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam
buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu
menulis, hikmah, Taurat, dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu
membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku,
kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang
sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan
orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit
sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang
mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di
waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu)
di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: ‘Ini tidak lain
hanya sehir yang nyata.’ Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada
pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’
Mereka nienjawab: ‘Kami telah beiiman dan saksikanlah (wahai rasul)
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada
seruanmu).’” (QS. al-Maidah: 110-111)
Ayat-ayat tersebut menyebutkan lima mukjizat Nabi Isa. Pertama, bahwa
beliau mampu berbicara dengan manusia saat beliau masih di buaian.
Kedua, beliau diajari Taurat dan Taurat yang diturunkan kepada Nabi
Musa telah tersembunyi dan telah mengalami perubahan yang dilakukan
oleh orang-orang cerdik dari kaum Yahudi. Ketiga, beliau membentuk
tanah seperti burung kemudian meniupkannya lalu tanah itu menjadi
burung. Keempat, beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati.
Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang yang buta dan orang yang
belang. Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan dalam Al-Qur’an
al-Karim:
“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra
Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada
kami?’ Isa menjawab: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu
orangyang beriman.’ Mereka berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu
dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah
berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu.’ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami,
turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari
turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang
bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi
kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang
Paling Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan
hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah
(turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku ahan menyiksanya dengan
siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara
umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Mukjizat yang keenam itu adalah turunnya makanan dari langit karena
permintaan Hawariyin. Juga terdapat mukjizat yang ketujuh yang terdapat
surah Ali ‘Imran yaitu beliau diberi kemampuan melihat hal-hal yang
gaib melalui panca inderanya meskipun beliau tidak menyaksikannya
secara langsung. Oleh karena itu, beliau memberitahu kepada
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya apa yang mereka makan dan apa
yang mereka simpan di rumah-rumah mereka:
“Dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan
di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda
(kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu benar-benar beriman. ” (QS.
Ali ‘Imran:: 49)
Inilah mukjizat Nabi Isa yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat
kelahirannya yang sangat mengagumkan. Beliau lahir tanpa seorang ayah,
lalu diikuti mukjizat berikutnya di mana beliau diangkat dari bumi ke
langit ketika penguasa yang lalim berusaha menyalibnya. Barangkali
pembaca akan bertanya-tanya: mengapa mukjizat-mukjizat seperti ini
diperoleh oleh Nabi Isa? Kita mengetahui bahwa mukjizat adalah hal yang
luar biasa yang Allah SWT berikan kepada nabi-Nya. Tetapi pemberian itu
menjadi sempuma jika mukjizat itu disesuaikan dengan keadaan zaman
diutusnya nabi tersebut sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh dalam
jiwa kaum dan mampu menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka
berimana kepada pemilik mukjizat ini. Jadi, mukjizat menjadi suatu hal
yang luar biasa. Oleh karena itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat
ini sesuai dengan zaman diutusnya nabi tersebut.
Jadi, setiap mukjizat yang dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan.
Nabi Saleh diutus di tengah-tengah kaum yang melihat bagaimana seekor
unta yang melahirkan dari gunung atau mampu membelah batu-batuan
gunung. Sedangkan Nabi Musa diutus di tengah-tengah kaum yang gemar
memainkan sihir sehingga sihir mendapat tempat istimewa. Oleh karena
itu, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya seakan-akan
menyerupai sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan sihir.
Mukjizat itu berupa tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu
memakan tongkat-tongkat para tukang sihir.
Lain halnya dengan Nabi Isa, beliau diutus di tengah-tengah kaum
materialis yang mengingkari ruh dan hari kebangkitan. Mereka menduga
bahwa manusia hanya sekadar tubuh tanpa ruh. Mereka adalah kaum yang
meyakini bahwa darah makhluk adalah ruhnya atau jiwanya. Taurat yang
ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa tafsir an-Nafst adalah darah.
Disebutkan di dalamnya: “Janganlah engkau memakan darah dari tubuh
manusia karena jiwa setiap tubuh adalah darahnya. “
Nabi Isa diutus di tengah-tengah kaum yang mereka disesatkan oleh
falsafah yang dasarnya mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber
pertama, seperti sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang
mendahuluinya. Di tengah-tengah masa yang niaterialis ini, di mana ruh
diingkari, maka secara logis mukjizat Nabi Isa terkait dengan usaha
menunjukkan alam ruhani. Demikianlah Isa dilahirkan tanpa seorang ayah.
Mukjizat ini cukup untuk membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam
memiliki sumber pertama. Jelas bahwa alam tidak memiliki wujud yang
mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang Pencipta yang mengadakan
sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi segala sesuatu.
Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan laki-laki
dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan
sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada
sebab-sebab itu. Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia mampu
memerintahkan kelahiran anak tanpa melalui ayah sehingga anak itu
lahir. Dan, kelahiran Isa pun terjadi tanpa seorang ayah. Cukup
ditiupkan ruh kepadanya:
“Lalu Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami
jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta
alam. ” (QS. al-Anbiya’: 91)
Kelahiran Isa membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal:
pertama, kebebasan kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab
karena Dia adalah Pencipta sebab-sebab, kedua pentingnya ruh dan
menjelaskan kedudukannya serta nilainya di antara kaum yang hanya
mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari ruh. Seandainya kita
mengamati sebagian besar mukjizat Nabi Isa, maka kita akan melihatnya
dan mendukung pandangan tersebut. Misalnya, mukjizat Nabi Isa yang
mampu membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkannya sehingga
tanah itu menjadi burung. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh.
Semula ia berupa tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati
dengan kehidupan tetapi ketika Nabi Isa meniupnya, maka segenggam tanah
itu menjadi burung yang memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu yang bukan
fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam
tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi, ruh adalah nilai yang hakiki,
bukan jasad atau fisik. Di samping itu, juga ada mukjizat menghidupkan
orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan adanya ruh dan
adanya hari akhir atau hari kebangkitan. Orang yang mati telah ditelan
oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia
hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya
dan tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.
Seandainya orang yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan
orang-orang Yahudi, maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya
karena fisiknya telah hancur tetapi mayit itu mampu bangkit dari
kematian. Jasadnya kembali hidup dan ia bangkit dari kuburannya serta
berbicara. Jadi, ruh adalah nilai yang hakild. bukan fisik atau jasad.
Kalau begitu, di sana terdapat hari kebangkitan dan hari kiamat. Hal
ini bukanlah mustahil sebagaimana yang dikatakan orang-orang Yahudi,
karena setelah kematian jasad menjadi tanah yang berterbangan di udara.
Itu bukan mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil dari hal itu
adalah, kebangkitan orang-orang yang telah mati di hadapan mata kepala
mereka sendiri. Nabi Isa telah menghidupkan mereka agar kaumya vakin
bahwa kiamat fisik akan terjadi dari kematian dan itu adalah benar dan
bahwa hari akhir adalah benar.
Juga terdapat mukjizat yang lain, yaitu beliau mampu memberi tahu
kaumnya tentang apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka, tanpa
terlebih dahulu beliau masuk ke rumah mereka atau dapat bocoran dari
seseorang. Mukjizat ini menetapkan bahwa panca indera bukanlah nilai
yang hakiki. Nabi Isa tidak melihat apa yang ada di rumah mereka tetapi
ruhnya mampu untuk melihat dan berbicara atau memberitahu mereka. Jadi,
ruhani adalah nilai yang hakiki, bukan fisik. Demikianlah
mukjizat-mukjizat Isa datang untuk memberitahukan pentingnya ruh dan
kebebasan kehendak Ilahi. Mukjizat-mukjizat Nabi Isa—sebagaimana
dikatakan oleh guru kami Muhammad Abu Zahra’—termasuk dari jenis
propagandanya dan sesuai dengan tujuan risalahnya, yaitu dakwah untuk
mendidik ruhani dan keimanan kepada hari kebangkitan dan hari kemudian,
dan di sana ada kehidupan lain di mana seseorang yang berbuat baik akan
dibalas kebaikannya dan orang yang berbuat buruk akan dibalas
keburukannya.
Lalu, apakah mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati masih
memberikan celah kepada para pengingkar akhirat untuk terus
mengingkarinya atau memberikan ruangan kepada penentang hari
kebangkitan untuk meneruskan penentangannya? Kami telah mengatakan
bahwa orang-orang Yahudi telah diracuni dengan pikiran ketidakpercayaan
atau penentangan pada hari akhirat serta tidak beriman kepada hari
akhir, maka menghidupkan orang-orang yang mati yang dibawa atau
dikuasai oleh Isa menjadi suatu pukulan telak bagi mereka yang membuat
mereka beriman, tetapi mereka masih menentang tanda-tanda kebesaran
Allah.
Nabi Isa menutup lembaran kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai
berdakwah di jalan Allah. Beliau didukung oleh ruhul kudus dan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Al-Qur’an al-Karim menceritakan
kepada kita bahwa esensi dakwah al-Masih tidak banyak berubah dari
esensi dakwah para nabi sebelumnya, yaitu menyuarakan Islam yang
intinya adalah menebarkan tauhid yang sempurna hanya serta menyerahkan
diri kepada Allah: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian.”
Al-Qur’an memberitahu kita bahwa yang mengatakan kalimat tersebut
adalah Isa. Kalimat tersebut adalah kalimat yang sama yang pernah
disampaikan seluruh nabi, meskipun nama mereka, sifat mereka, mukjizat
mereka, baju mereka, bahasa mereka, usia mereka, bentuk mereka, dan
warna kulit mereka tidak sama. Mereka semua bersepakat untuk
menyuarakan Islam dan hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT serta
beriman bahwa Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam semesta.
Tiada sekutu bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa
yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang
menyerupai-Nya.
Isa tidak mengatakan persoalan tauhid lebih banyak atau lebih sedikit
dari apa yang pemah disampaikan oleh para nabi. Al-Qur’an datang
kira-kira setelah lima ratus tahun dari pengangkatan Nabi Isa. Allah
SWT, melalui ilmu-Nya yang azali mengetahui apa yang terjadi di
tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka berselisih tentang hakikat
Isa. Oleh karena itu, Al-Qur’an al-Karim berusaha menyingkap dialog
mereka yang belum terjadi. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang
tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut
bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang
ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang
gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau
perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku,
dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang
mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala
sesuatu.’” (QS. al-Maidah: 116-117)
Al-Qur’an secara tegas mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah
tauhid. Al-Qur’an ingin mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala
tuduhan yang dialamatkan kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan
atau ia justru tuhan itu sendiri. “Aku tidak pernah mengatakan kepada
mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya)
yaitu: ‘Sembahluh Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.”
Nabi Isa pergi berdakwah di jalan Allah SMT. Inti dakwahnya adalah,
bahwa tidak ada perantara antara Pencipta dan makhluk; tidak ada
perantara antara seorang penyembah dan yang disembah. Allah SWT
menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa. Ia adalah kitab suci yang
datang untuk membenarkan Taurat dan berusaha menghidupkan syariatnya
yang pertama. Injil adalah cahaya, petunjuk, dan peringatan bagi
orang-orang yang bertakwa. Nabi Isa ingin meluruskan tafsiran
orang-orang Yahudi terhadap syariat di mana mereka menyampaikan tafsir
dari syariat itu secara harfiah dan sesuai dengan kepentingan mereka.
Nabi Isa menenangkan orang-orang yang yang menjaga syariat bahwa ia
tidak datang untuk menghilangkan syariat, tetapi ia datang untuk
menyempurnakannya dan menyelesaikan tugas para nabi. Namun Isa lebih
menekankan pada penafsiran esensinya, bukan kepada bentuk lahiriahnya.
Nabi Isa memberi pengertian kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh
wasiat yang dibawa oleh Isa mengandung makna-makna yang lebih dalam
dari apa yang mereka bayangkan. Wasiat yang keenam bukan hanya melarang
pembunuhan materi, sebagaimana yang mereka pahami tetapi juga
menyangkut penindasan dan usaha rnencelakakan orang lain. Sedangkan
wasiat yang ketujuh bukan hanya melarang zina (dalam pengertian
terjadinya hubungan antara laki-laki dengan perempuan melalui cara-cara
yang tidak sah), tetapi zina berarti segala bentuk perbuatan yang
menjurus kepada dosa. Misalnya, ketika mata diarahkan kepada lawan
jenis disertai syahwat dan hasrat seksual, maka itu pun berarti zina.
Nabi Isa berkata: “Sesungguhnya lebih baik bagi manusia untuk
menghindarkan matanya dari sesuatu yang dapat menghancurkannya daripada
ia harus hancur dengan mata itu sendiri. Syariat yang dibawa oleh Isa
melarang untuk melanggar sumpah dan janji Nabi Isa memberi pengertian
kepada kaumnya bahwa hendaklah mereka tidak melakukan sumpah palsu
karena merupakan “kesalahan besar jika nama Allah dibuat main-main di
atas mulut-mulut manusia.” (Injil Mata 21 sampai 48).
Dakwah Nabi Isa juga berbenturan dengan arus materialisme yang sangat
mendominasi masyarakat saat itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan
manusia dari perbuatan munaflk, pamrih, tamak, dan gila pujian. Begitu
juga beliau mengingatkan mereka dari sifat rakus terhadap kekayaan
dunia; beliau mengingatkan agar jangan sampai mereka menimbun harta di
dunia. Yakni, hendak lah mereka tidak memfokuskan perhatian mereka pada
urusan-urusan duniawi semata yang sifatnya tidak abadi. Tetapi
hendaklah rnereka memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang
bersifat samawi (ukhrawi) karena itu bersifat abadi.
Nabi Isa memberitahu kepada masyarakatnya agar mereka menjadi
orang-orang yang teliti saat memilih gaya hidup mereka karena pada
gilirannya akal mereka akan menjadi cermin darinya. Kecenderungan
manusia itu terkait kuat dengan hatinya. Jika hati tertuju kepada
cahaya langit, maka kehidupan manusia akan tampak bersinar tetapi jika
hati tertuju pada kegelapan dunia, maka kehidupannya pun tampak gelap.
Nabi Isa mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia. Beliau
mengajak mereka untuk teliti dalam memilih majikan yang mereka mengabdi
kepadanya karena manusia tidak dapat mengabdi kepada dua majikan dalam
satu waktu. Boleh jadi ia akan menjadikan harta sebagai majikannya,
atau boleh jadi ia akan menjadikan Allah SWT sebagai tuannya. Jika ia
menyembah harta, maka berarti ia jauh dari penyembahan terhadap
Tuhannya. Oleh karena itu, hendaklah manusia menjauhi dunia, seperti
makanan dan pakaian di mana mereka akan dikuasai oleh kegelisahan dan
ketidaktenangan serta keraguan tentang penjagaan Allah SWT kepada
mereka. Allah SWT telah berjanji untuk memenuhi kebutuhan
hamba-hamba-Nya dalam kehidupan. Ketika timbul kegelisahan dan keraguan
pada diri mereka, maka itu dikarenakan keraguan mereka terhadap
penjagaan Allah SWT dan ketidakpercayaan mereka kepada janji-janjinya
dan rahmat-Nya serta bimbingan-Nya. Allah SWT-lah yang menciptakan
mereka dan Dia pula yang menjamin kehidupan mereka dan melindungi
mereka. Bahkan Dia juga melindungi makhluk yang paling kecil urusannya
seperti burung di langit dan kumbang-kumbang di kebun.
Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa hanya memperhatikan dunia adalah hal
yang salah, yang tidak pantas dilakukan oleh orang-orang yang beragama.
Itu adalah sikap para penyembah berhala karena penyembah berhala tidak
mengetahui apa yang lebih baik darinya, sedangkan orang-orang yang
beragama mengetahui bahwa di sana terdapat bimbingan Ilahi yang
mengajak mereka untuk percaya kepada Allah SWT dan tidak begitu peduli
dengan dunia. Allah SWT mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka lebih
daripada apa yang mereka ketahui; Allah SWT akan melindungi mereka dan
akan menjamin kehidupan mereka. Karena itu, yang layak bagi mereka
adalah, hendaklah mereka memohon agar diberi kekuasaan Allah SWT dan
kebaikan dari-Nya. Yakni kehidupan ruhani dan apa yang dikandungnya
dari kebahagiaan abadi.
Di samping itu, Nabi Isa menasihati mereka agar jangan terlalu pusing
dengan kejadian-kejadian yang akan datang dan persoalan-persoalan esok
hari karena esok hari sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika
kebutuhan dan penderitaan datang silih berganti, maka bantuan dan
perlindungan Ilahi pun terus datang silih berganti. Dakwah Nabi Isa
juga berbenturan dengan dualisme yang tumbuh di tengah-tengah
masyarakat. Kita saksikan sebagaimana mereka suka mendapatkan kebaikan
yang ditujukan kepada diri mereka, maka mereka pun biasa untuk
melakukan kejahatan kepada orang-orang lain. Demikianlah, kehidupan
orang-orang Yahudi dicemari sikap dualisme ini. Nabi Isa mewasiatkan
kepada manusia agar mereka memperlakukan sesama mereka sesuai dengan
akidah yang mengatakan: “Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau
memperlakukan dirimu sendiri”
Nabi Isa terus melangsungkan dakwahnya dan mengajak manusia untuk
menyembah Allah SWT serta tidak menyekutukan-Nya, sebagaimana beliau
juga mengajak manusia untuk membersihkan dan menyudkan ruhani serta
hati dan berasaha memasuki kerajaan langit. Dakwah Nabi Isa itu sangat
memukul kalangan para pendeta Yahudi. Kalimat-kalimat yang dilontarkan
Nabi Isa bagaikan senjata yang siap menerpa wajah mereka dan menyatakan
peperangan terhadap mereka serta menyingkap kedok kemunafikan mereka.
Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut campur dalam masalah tersebut
karena mereka melihat bahwa itu hanya sekadar perselisihan internal
antara kelompok-kelompok Yahudi. Bagi mereka, selama orang-orang Yahudi
sibuk dengan masalah mereka sendiri dan tidak peduli dengan kekuasaan,
mereka pun tidak turut campur.
Kemudian para pendeta Yahudi mulai merancang suatu persekongkolan untuk
menyingkirkan Isa. Mereka ingin mengusir Isa dan membuktikan bahwa Isa
datang untuk menghancurkan syariat Musa. Syariat Musa memutuskan untuk
merajam wanita yang berzina. Para pendeta Yahudi menghadirkan wanita
yang salah yang berhak dirajam. Mereka berkumpul di sekeliling Isa dan
bertanya kepadanya: “Tidakkah syariat menetapkan untuk merajam wanita
yang bersalah?” Isa menjawab: “Benar,” Mereka berkata: “Ini adalah
wanita yang bersalah.” Isa memandang wanita itu dan ia pun melihat para
pendeta Yahudi. Isa mengetahui bahwa para pendeta Yahudi lebih banyak
kesalahannya daripada wanita tersebut. Para pendeta itu menunggujawaban
Isa. Jika ia mengatakan bahwa wanita itu tidak berhak dibunuh, maka
berarti ia menentang syariat Musa, dan jika ia mengatakan bahwa ia
berhak dibunuh, maka ia justru menghancurkan dirinya sendiri yang
membawa syariat cinta dan toleransi. Nabi Isa memahami bahwa ini adalah
persekongkolan. Beliau tersenyum dan wajahnya tampak bercahaya.
Kemudian beliau melihat para pendeta Yahudi dan wanita itu sambil
berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang tidak memiliki kesalahan,
maka hendaklah ia merajam wanita itu.”
Suara beliau yang keras itu memecahkan keheningan tempat penyembahan.
Beliau menetapkan peraturan baru yang berhubungan dengan hukum yang
dijatuhkan kepada orang yang ber-buat salah. Hendaklah orang yang tidak
berbuat salah menghukum orang yang salah dan tidak berhak seseorang pun
dari kalangan manusia untuk menghukum orang yang bersalah jika ia
sendiri bersalah, tetapi yang menghukumnya adalah Allah SWT yang Maha
Suci dan Maha Tinggi dan Allah SWT adalah Maha Pengasih di antara yang
mengasihi.
Nabi Isa keluar dari tempat penyembahan itu. Tiba-tiba, wanita itu
mengejar dari belakangnya. Lalu wanita itu mengeluarkan dari pakaiannya
satu botol dari minyak yang berharga. Ia berdiri di depan Isa dan
menjatuhkan dirinya di atas kedua kaki Isa lalu menciumnya dan
membasuhnya dengan minyak wangi dan air mata. Setelah itu, ia
mengeringkan kedua kakinya dengan rambutnya. Bagi wanita itu, al-Masih
mempakan harapan terakhir yang dapat menyelamatkannya. Lalu keluarlah
dari belakang Isa seorang tokoh pendeta Yahudi. Ia berdiri menyaksikan
pemandangan tersebut dan ia merasa kagum terhadap kasih sayang Isa. Isa
melihat kepadanya dan bertanya; “Seorang kreditor yang memiliki dua
orang debitor, salah satunya berhutang lima ratus dinar dan yang lain
lima puluh dinar.” Pendeta itu berkata: “Ya.” Isa berkata: “Tak seorang
pun dari mereka berdua yang merniliki uang yang cukup untuk melunasi
uangnya. Lalu si kreditor memaafkan mereka dan membebaskan mereka dari
hutang.” Pendeta berkata: “Ya.” Kemudian Isa bertanya: “Siapa di antara
mereka yang paling senang kepada kreditor itu?” Pendeta menjawab:
“Tentu yang berhutang lebih besar.” Isa berkata: “Benar apa yang engkau
ucapkan. Lihadah wanita ini. Aku telah masuk ke rumahmu tetapi engkau
tidak memberikan kepadaku air agar aku dapat membasuh wajahku, tetapi
wanita itu membasuh kedua kakiku dengan air mata lalu ia mengusapnya
dengan rambut kepalanya. Begitu juga engkau tidak memberikan ciuman
kepadaku tetapi wanita ini tidak merasa puas dengan hanya mencium kedua
kakiku. Jadi, hatimu sungguh sangat keras tetapi hati wanita itu
dipenuhi dengan rasa cinta. Maka barangsiapa yang banyak mencintai
niscaya kesalahan-kesalahannya akan diampum.” Kemudian Isa menoleh ke
wanita itu dan memerintahkannya untuk bangkit dari tanah sambil
berkata: “Ya Allah, ampunilah wanita ini dan hilangkanlah
kesalahan-kesalahannya.”
Nabi Isa berusaha menyadarkan para pendeta Yahudi bahwa para dai yang
menyeru di jalan Allah SWT bukanlah algojoalgojo yang bengis yang
menerapkan hukum syariat tanpa melihat keadaan masyarakat yang
bersalah, tetapi mereka datang dan membawa ajaran Allah SWT yang
merupakan ajaran yang penuh dengan rahmat kepada manusia. Jadi, rahmat
adalah tujuan semua dakwah Ilahi ini. Bahkan diutusnya para nabi itu
sendiri mengandung rahmat Allah SWT terhadap kaum mereka.
Isa terus berdoa kepada Allah SWT agar merahmati kaumnya. Beliau
menyuruh kaumnya agar menyayangi diri mereka sendiri dan beriman kepada
Allah SWT. Kehidupan Nabi Isa menggambarkan kezuhudan dan ketaatan
dalam ibadah. Mu’tamar bin Sulaiman berkata, sebagaimana diri wayatkan
Ibnu ‘Asakir: “Nabi Isa menemui kaumnya dengan memakai pakian dari wol.
Beliau keluar dalam keadaan tidak beralas kaki sambil menangis serta
wajahnya tampak pucat karena kelaparan dan bibimya tampak kering karena
kehausan. Nabi Isa berkata, “salam kepada kalian wahai Bani Israil. Aku
adalah seseorang yang meletakkan dunia di tempatnya sesuai dengan izin
Allah SWT, tanpa bermaksud membanggakan diri. Apakah kalian mengetahui
di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu wahai Ruhullah?”
Nabi Isa menjawab: “Rumahku adalah mesjid, wewangianku adalah air
makananku adalah rasa lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan
salatku di waktu musim dingin di saat matahari terletak di timur,
bungaku adalah tanaman-tanaman bumi, pakaianku terbuat dari wol,
syiarku adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Mulia, teman-temanku adalah
orang-orang yang fakir, orang-orang yang sakit, dan orang-orang yang
miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak mendapati sesuatu pun di
rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku tidak menemukan
sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya bersih dan
tidak tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”
Isa terus melakukan dakwahnya. Ia didukung oleh mukjizat dari Allah
SWT. Nabi Isa mampu membuat bentuk burung dari tanah kemudian ia
meniupnya, maka tanah itu menjadi burung dengan izin Allah SWT. Selain
itu, ujung bajunya yang sederhana jika tersentuh orang yang sakit, maka
orang itu akan sembuh. Bahkan jika Isa meletakkan tangannya di atas
mata orang yang buta atau orang yang terkena sakit belang niscaya ia
akan sembuh. Jadi, Nabi Isa didukung oleh mukjizat yang luar biasa.
Bahkan beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati dari kuburan
mereka sehingga mereka keluar dalam keadaan hidup dengan izin Allah SWT.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa menghidupkan empat orang.
Pertama, al-Azir yaitu temannya. Kemudian dua orang anak laki-laki dari
seorang tua, dan seorang anak perempuan satu-satunya dari seorang ibu.
Mereka adalah tiga orang yang mati di zaman Nabi Isa. Ketika
orang-orang Yahudi melihat hal tersebut, mereka berkata: “Engkau
menghidupkan orang-orang yang mati dan kematian mereka tidak lama
.Barangkali mereka tidak mati tapi mereka sekadar mengalami keadaan
tidak sadarkan diri atau mati suri. Lalu mereka meminta kepada Nabi Isa
untuk membangkitkan Sam bin Nuh dari kematiannya.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Isa bertanya kepada mereka, “Di
manakah kaum kuburan Sam bin Nuh?” Mereka keluar bersama Isa sehingga
mereka mencapai kuburan. Lalu Nabi Isa berdoa kepada Allah SWT agar
menghidupkan orang yang mati di situ. Sam bin Nuh keluar dari
kuburannya, dan rambut dikepala-nya tampak beruban. Isa berkata
kepadanya: “Bagaimana rambut di kepalamu bisa beruban, sementara di
zamanmu kau tidai. ada uban,” Sam berkata: “Ya Ruhullah, aku mendengar
engkau berdoa untukku lalu aku mendengar suara yang mengatakan, aku
akan mengabulkan wahai Ruhullah. Aku mengira bahwa kiamat telah tiba.
Karena takutnya kepada hal itu sehingga rambut di kepalaku beruban.”
Apa pun yang dikatakan berkaitan dengan cerita itu yang menyebutkan
tentang bagaimana Nabi Isa menghidupkan orang-orang yang mati, namun
kita tidak mengetahui konteks Al-Qu’ran serta perincian-perincian yang
menjelaskan hal tersebut. Allah SWT hanya menyebutkan bahwa Isa
menghidupkan orang-orang yang mati dengan izin-Nya. Kita percaya bahwa
Nabi Isa mampu menghidupkan mereka tetapi kita tidak mengetahui apakah
mereka mati kembali setelah dihidupkan atau mereka sempat menjalani
kehidupan selama beberapa saat. Nabi Isa terus berjalan di jalan Allah
SWT. Beliau membuat bagi mereka apa yang disebut dengan hukum ruh.
Beliau menaiki gunung dan para sahabat-sahabatnya berdiri di
sekitarnya. Nabi Isa melihat orang-orang yang beriman kepadanya yang
terdiri dari orang-orang yang fakir, orang-orang yang menderita, dan
orang- orang yang sedih. Jumlah mereka sedikit sebagaimana lazimnya
jumlah para pengikut nabi.
Gunung diliputi dengan awan tipis dan turunlah hujan gerimis. Isa mulai
berbicara: “Sungguh beruntung bagi orang-orang miskin karena mereka
memiliki kerajaan langit. Beruntunglah orang-orang yang sedih karena
mereka akan menjadi orang-orang yang mulia. Beruntunglah yang diserahi
amanat karena mereka akan mewarisi bumi. Beruntunglah orang-orang yang
lapar dan haus karena mereka akan dikenyangkan. Beruntunglah
orang-orang yang menyayangi karena mereka akan disayangi. Beruntunglah
orang-orang yang bersih hatinya karena mereka akan melihat Allah SWT.
Beruntunglah orang-orang yang tertindas demi mempertahankan kebenaran
karena mereka akan mendapatkan kerajaan langit. Kalian adalah garam
bumi jika garam telah rusak, maka siapa gerangan yang dapat
mengembalikannya menjadi garam kembali.” Renungkanlah kedalaman
ungkapan dari Nabi Isa, “kalian adalah garam bumi.”
Garam adalah sesuatu yang memberikan rasa yang khusus dan tanpa garam
makanan akan menjadi hambar. Yakni, tanpa orang-orang mukmin, maka cita
rasa kehidupan terasa tidak bermakna; tanpa kehadiran orang-orang
Muslim dan perbuatan mereka yang ikhlas terhadap Allah SWT akan tampak
kehidupan sangat berat dan tidak berarti. Di samping itu, kehadiran
manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi pun sia-sia, dan
keagungan manusia sebagai hamba Allah SWT pun tidak bermakna, dan pada
gilirannya kehidupan akan dipenuhi dengan kejahatan dan keburukan.
Allah SWT teiah mewahyukan kepada “garam bumi” agar mereka beriman kepada Nabi Isa. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang
setia: ‘Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka
menjawab: ‘Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).’”
(QS. al-Maidah: 111)
Al-Hawariyin mengakui kebenaran ajaran Nabi Isa dan mereka menyatakan
keislaman kepadanya, sebagaimana ratu Saba’ mengakui kebenaran ajaran
Nabi Sulaiman dan menyatakan keislaman padanya, dan sebagaimana semua
para nabi menyatakan keislaman. Hakikat ajaran para nabi terbatas
kepada pernyataan keislaman dan semua nabi menyeru kepada jalan tauhid
dan jalan Islam. Islam dalam pandangan kami memiliki makna yang lebih
dalam daripada tauhid. Pengakuan seseorang terhadap Allah SWT dan
keimanan akan keesaan-Nya dalam menciptakan makhluk tidak mencegah
orang itu untuk berbuat dosa, sedangkan keislaman atau penyerahan hati
dan anggota badan serta pemikiran kepada Allah SWT merupakan suatu
tingkatan sedikit lebih tinggi. Ini adalah tingkat kepatuhan
orang-orang yang patuh dan puncak ketauhidan orang-orang yang
bertauhid. Itu adalah keserasian antara tindakan dengan pikiran, yaitu
usaha manusia untuk menghindari kesalahan dan memurnikan amal hanya
untuk Allah SWT. Al-Qur’an al-Karim memberitahu kita bahwa Allah SWT
menyampaikan wahyu kepada al-Hawariyin agar mereka beriman kepadanya
dan kepada Rasul-Nya Isa.
Marilah kita renungkanlah sejenak tentang wahyu Allah SWT terhadap
Hawariyin. Kita mengetahui bahwa Allah SWT mewahyukan kepada manusia
dan kepada makhluk-makhluk lainnya. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada lebah…” (QS. an-Nahl: 68)
Yang dimaksud dengan wahyu di sini adalah memberikan ilham kepada
makhluk agar mereka menuju ke jalan fitrahnya yang telah Allah SWT
gariskan di atasnya sehingga mereka mencapai jalan kesempurnaan.
Tidakkah Anda ingat tentang jawaban Nabi Musa terhadap pertanyaan
Fira’un:
“Fir’aun berkata: ‘Siapakah Tuhan kamu berdua wahai Musa. ” (QS. Thaha: 49)
“Musa berkata: ‘Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinsa petunjuk. ”
(QS. Thaha: 50)
Makna di sana dan di sini sama. Makna yang sama tersebut diterapkan
kepada kaum Hawariyin di mana wahyu Allah SWT terhadap mereka berupa
pemberian ilham kepada mereka demi kebaikan mereka dan kebahagiaan
mereka, dan wahyu ini tidak bertentangan dengan ikhtiar mereka dan
usaha mereka serta keinginan mereka, bahkan tidak bertentangan dengan
kebebasan mereka. Allah SWT telah melihat hati mereka yang dipenuhi
dengan kebaikan. Dia melihat mereka sebagai garam bumi, maka Allah SWT
mewahyukan kepada mereka agar beriman kepadanya dan rasul-Nya sehingga
mereka pun beriman dan mereka pun bersaksi bahwa mereka orang-orang
yang berserah diri atau Muslim.
Tampaknya kaum Hawariyin menyembunyikan keimanan mereka sehingga Isa
merasakan kekufuran kaumnya semakin menjadi-jadi lalu Isa memanggil
mereka: “Siapakah di antara kalian yang menolong aku menuju jalan Allah
SWT?” Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil)
berkatalah dia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
menegakkan (agama) Allah?’ Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia)
menjawab: ‘Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada
Allah; dan sahsikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
menyerahkan diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang
telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu
masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi.’”
(QS. Ali ‘Imran: 52-53)
Nas Al-Quran menunjukkan bahwa Nabi Isa mengajak mereka untuk mengikuti
Islam sehingga mereka pun berserah diri; nas Al-Quran menegaskan bahwa
Nabi Isa menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan seorang rasul
yang datang setelahnya yang bernama Ahmad. Dikatakan dalam Al-Qur’an:
“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab yang
turun sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan
(datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya
Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang
nyata.’” (QS. Shaff: 6)
Kita tidak mengetahui secara pasti kapan Nabi Isa menyampaikan kabar
berita tentang kedatangan seorang rasul ini yang datang setelah
masanya, yaitu Ahmad saw. Apakah kabar berita itu beliau sampaikan
dipermulaan pengutusannya kepada manusia, atau apakah beliau
menyampaikan kabar itu pada akhir masa dakwahnya dan sebelum beliau
diangkat ke langit? Tetapi melihat konteks Al-Qur’an tampaknya kabar
berita tersebut itu disampaikan di permulaan dakwahnya, sebagaimana
firman-Nya: “Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘lni adalah sihir yang nyata.‘”
Kata ganti (dhamir) dalam ayat tersebut kembali kepada Nabi Isa. Ayat
tersebut menunjukkan bahwa Nabi Isa menyampaikan kabar gembira dengan
datangnya Muhammad atau Ahmad ketika Allah SWT mengutus kepada kaumnya.
Kemudian terjadilah di hadapan Nabi Isa berbagai macam mukjizat yang
luar biasa seperti penghidupan orang yang mati, peniupan tanah, dan
sebagainya. Ketika Nabi Isa datang membawa bukti-bukti yang jelas ini,
maka mereka menuduhnya bahwa ia membawa sihir. Nabi Isa mengetahui
bahwa tuduhan semacam ini telah dialamatkan kepada sebagian besar para
nabi sebelumnya. Beliau juga mengetahui bahwa nabi yang terakhir pun
akan mendapatkan tuduhan yang sama. Oleh karena itu, nabi yang mulia
itu tetap berdakwah di jalan Allah SWT dan tidak peduli dengan tuduhan
kaumnya yang mengatakan bahwa beliau membawa sihir.
Kemudian pertentangan antara Nabi Isa dan Bani Israil semakin
meningkat. Mereka adalah orang-orang yang hatinya keras, yang membeku
di hadapan kebenaran. Isa datang kepada mereka dan menghancurkan segala
pemikiran mereka dan kehidupan mereka serta sistem mereka. Sesungguhnya
dakwah Nabi Isa terfokus kepada kebenaran, kedamaian dan keadilan dan
pada saat yang sama mengumumkan peperangan terhadap kehidupan
orang-orang yang lalim yang telah menjauhi kebenaran. keadilan, dan
kedamaian. Injil Mata menyebutkan melalui lisan Isa: “Jangalah kalian
mengira bahwa aku membawa kedamaian ke muka bumi. Aku tidak datang
hanya membawa kedamaian tetapi aku datang membawa pedang.”
Kalimat tersebut menyiratkan hakikat yang penting dari hakikat dakwah
para nabi. Para nabi adalah pejuang sejati di mana senjata yang mereka
gunakan di medan peperangan beraneka ragam. tetapi mereka pada
hakikatnya adalah pejuang. Mereka memulai peperangan mereka dengan satu
pemikiran yaitu suatu tekad mengatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah
SWT. Pemikiran itu tentu berbenturan dengan kepercayaan akan
tuhan-tuhan yang diyakini oleh manusia, baik tuhan-tuhan yang terbuat
dari emas atau batu. Pemikiran itu sangat mengganggu ketenangan
orang-orang yang lalim atau penguasa yang bengis serta sangat melawan
kepentingan mereka, sehingga para raja dan para penguasa seperti
biasanya bergerak menentang nabi kecuali orang yang mendapatkan
petunjuk dari Allah SWT. Para pembesar dari kalangan kaum nabi
menentang nabi. Al-Mala’ adalah para pembesar sebagaimana telah kami
jelaskan dalam kisah Nabi Nuh dan sesudahnya. Kemudian Nabi terus
melangsungkan peperangan mewujudkan tekadnya: Nabi meletakkan dasar
peperangannya dengan menyampaikan ketuhanan Allah SWT.
Setelah meneguhkan dasar yang kuat ini, Nabi menetapkan keadilan. Tak
seorang pun berhak untuk menghinakan seseorang atau menjadikannya
sebagai budak karena penghambaan hanya pantas ditujukan kepada Allah
SWT. Manusia adalah sama di antara mereka sehingga tidak berhak
seseorang untuk memanfaatkan kekuatan manusia untuk membangun kejayaan
pribadinya atau unruk memperkaya dirinya dengan merugikan orang lain,
atau menghancurkan hak-hak mereka atau berbuat buruk terhadap mereka
dalam berbagai bentuknya. Jadi, inti dakwah para nabi berarti mengganti
dan mengubah sistem yang rusak yang didirikan oleh para pembesar
kaumnya. Kalau begitu, ia adalah dakwah yang menyatakan peperangan dan
karena itu seseorang nabi harus membava senjata. Setelah meneguhkan
pemikiran tersebut, dimulailah peperangan. Seorang nabi menggunakan
pedang. Ia berlindung di balik senjata dan senjata yang dimiliki oleh
setiap nabi berbeda-beda.
Mula-mula seorang nabi tidak menggunakan senjata apa pun dalam
peperangannya selain berusaha untuk membangkitkan akal. Lalu peperangan
semakin meningkat sehingga nabi terpaksa untuk menggunakan senjata.
Para musuh memaksanya untuk menggunakan senjata sehingga para nabi pun
menggunakan senjata. Di sini setiap nabi mempunyai senjata yang
berbeda-beda. Terkadang senjata seorang nabi berupa mukjizat yang dapat
menghentikan langkah dan menghancurkan mereka seperti taufan (kisah
Nabi Nuh) atau angin (kisah Nabi Hud), dan terkadang senjata para nabi
adalah mukjizat yang membantunya untuk mengalahkan musuh-musuhnya
secara pasti seperti ditundukkannya jin dan burung baginya (kisah Nabi
Sulaiman) dan senjata nabi berupa mukjizat yang menyelamatkannya dari
tipu daya musuh seperti berubahnya api menjadi sesuatu yang dingin dan
membawa keselamatan (kisah Nabi Ibrahim) dan terkadang senjata nabi
yang luar biasa yang memperkuat dakwahnya seperti menghidupkan
orang-orang yang mati (kisah Nabi Isa) dan terkadang senjata nabi
berupa pedang yang dipegang di tangannya saat ia melangsungkan
peperangan dan mempertahankan dakwahnya (kisah Nabi Muhammad saw).
Jadi, senjata para nabi berbeda-beda, baik dalam bentuk kualitas maupun
kapasitasnya. Allah SWT mengetahui kondisi mereka lebih dari apa yang
kita ketahui sehingga Allah SWT sangat tepat ketika memilihkan senjata
untuk setiap nabi. Dan tak seorang nabi pun yang tinggal di suatu
tempat sementara ia tidak berjuang dan tidak bergerak dan tidak
mengalami penderitaan dari kaumnya. Oleh karena itu, sesuai dengan
kadar kesabaran para nabi dan perjuangan mereka dalam menyampaikan
dakwah di jalan Allah SWT, mereka layak untuk mendapatkan tempat yang
istimewa di sisi Allah SWT.
Isa bin Maryam telah menyampaikan bahwa beliau adalah seorang pejuang
yang membawa senjata. Kata-katanya sendiri berusaha menghancurkan
masyarakat yang keras, masyarakat yang bodoh. Masyarakat di zaman Nabi
Isa berdiri di atas kesalahan, kesyirikan, kebohongan, kemunafikan,
meterialisme, pamrih, kelaliman dan tidak ada kebebasan. Maka melalui
kalimat-kalimatnya, Nabi Isa menghancurkan semua ini. Nabi Isa
memberitahu kaumnya bahwa dakwahnya di jalan Allah SWT bukan terfokus
pada dakwah kedamaian tetapi dalam hal-hal tertentu dakwahnya pun
berisi pernyataan perang. Sesuatu menjadi tidak bernilai ketika tidak
berusaha dipertahankan oleh yang bersangkutan sampai tetes darah
penghabisan. Timbulnya pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip tidak hanya bersandar kepada idealismenya tetapi
nilainya justru bersandar kepada usaha keras yang dikerahkan oleh para
pembawanya dalam rangka mempertahankannya. Tanpa peperangan dan
mengangkat senjata dakwah para nabi akan menjadi pemikiran-pemikiran
yang sekadar idealisme yang tidak akan menghentikan seseorang pun dan
tidak akan membangkitkan seseorang pun.
Kita mengetahui bahwa sebagian besar nabi berhadapan dengan kelompok
besar dari masyarakat yang menentangnya dan berusaha memeranginya.
Mula-mula mereka mengejeknya dan pada akhirnya mereka berusaha untuk
membunuhnya. Kita mengetahui bahwa para nabi berusaha mati-matian untuk
memperjuangkan kebenaran yang dibawanya. Melalui kisah para nabi, kita
mengetahui bahwa bagaimana serangan masyarakat, para pembesar, dan para
penguasa terhadap para nabi tetapi pada saat yang sama kita seakan-akan
tidak melihat bagaimana serangan para nabi terhadap mereka. Penjelasan
dari hal itu sangat mudah. Peperangan yang dibangkitkan oleh kebatilan
atas para nabi didukung oleh alat-alat yang canggih dan sangat kuat di
mana mereka memiliki berbagai macam sarana untuk menjatuhkan para nabi,
sedangkan para nabi hanya menyandarkan kekuatan dari yang Maha Benar,
yaitu Allah SWT; kekuatan yang tidak berdasarkan pada sebab-sebab
tertentu atau tidak peduli dengan tuduhan-tuduhan atau kegaduhan.
Para nabi hanya terus melangsungkan dakwahnya yang berdasarkan kepada
usaha membangkitkan akal dan hati serta menvucikan ruh. Keteguhan sikap
para nabi ini bagi musuh-musuh mereka merupakan problem yang besar.
Dakwah nabi juga menjamah suatu keluarga di mana seorang ayah dapat
beriman sementara seorang anak dapat menentang atau seorang anak dapat
beriman sementara si ayah dapat menentang atau seorang istri beriman
atau seorang suami kafir atau seorang suami beriman sementara si istri
kafir. Perbedaan anak laki-laki dengan ayahnya dan seorang istri dengan
suaminya menimbulkan permusuhan di dalam rumah-rumah. Dengan terjadinya
hal ini, masyarakat bergerak untuk menentang nabi dan semakin
meningkatkan tekanan-tekanan mereka kepadanya sehingga permusuhan dan
kebencian mereka kepada nabi semakin meruncing. Mereka pun berusaha
untuk melawan nabi itu yang bagi mereka telah memisahkan antara ayah
dan anaknya atau ia datang untuk memisahkan seorang anak perempuan dari
ibunya.
Kemudian seorang nabi meletakkan suatu undang-undang bagi orang yang
mengikutinya, yaitu undang-undang pokok yang membatalkan undang-undang
yang tidak sesuai dengannya. Undang-undang ini tampak dalam kalimat
nabi: “pertama-tama cinta kepada Allah dan kemudian cinta kepada nabi
dan setelah itu cinta kepada sesama manusia.” Makna-makna yang demikian
ini tercermin secara jelas dari kalimat-kalimat Isa yang disampaikan
oleh Injil Mata pada pasal ke-10.
Al-Masih berkata: “Janganlah engkau mengira bahwa aku datang membawa
kedamaian di bumi, aku datang bukan hanya membawa kedamaian tetapi
pedang. Aku datang untuk menjadikan seorang anak berbeda dengan ayahnya
dan seorang anak perempuan berbeda dengan ibunya sehingga musuh
seseorang justru terdapat pada keluarganya. Maka barangsiapa yang
mencintai ibunya dan ayahnya lebih dari kecintaannya kepadaku, maka ia
tidak berhak mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintai anak
laki-lakinya dan perempuannya lebih dariku, maka ia tidak berhak
mengikutiku. Meskipun kehidupannya tampak beruntung sebenarnya ia telah
rugi, dan barangsiapa yang kehidupannya merugi karena aku, maka
sebenarnya ia telah beruntung.”
Penjelas Injil mengatakan: “Pemikiran orang-orang Yahudi tentang
al-Masih adalah, ketika al-Masih datang, maka semua pengikutnya akan
merampas kekayaan dan kejayaan di dunia ini lalu ia hanya memberi
mereka ketenangan dan kedamaian. Ketika al-Masih datang, ia menjelaskan
kepada para muridnya bahwa hal tersebut tidak benar, karena jika ia
datang untuk memberikan kedamaian kepada para pengikutnya, maka mereka
akan terancam kelaliman dan mereka akan mati karena tajamnya pedang.
Maka hendaklah mereka tidak mengharapkan kedamaian tetapi peperangan;
hendaklah mereka tidak mengharapkan keserasian tetapi perpecahan.”
Demikianlah masyarakat Yahudi terbagi menjadi dua kelompok: kelompok
orang-orang yang fakir, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang
bersih hatinya bersama Isa, sedangkan kelompok mayoritas menentang Isa.
Bahkan kelompok mayoritas kafir itu sering menyakiti Isa.
Injil Mata menceritakan penderitaan al-Masih pada pasal ke-11. Ia
menceritakan bagaimana kemarahan al-Masih terhadap orang-orang yang
tidak mengabdi kepada Yuhana (Yahya) dengan baik atau mengabdi
kepadanya secara pribadi dengan baik. Injil Mata menguntip pernyataan
Isa sebagai berikut: “Dengan apa aku menyerupakan generasi ini,
Sesungguhnya mereka menyerupai anak-anak kecil yang duduk di pasar yang
berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil berkata: “Kami
telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami mengasihi kalian
tetapi kalian tidak menangis.” Yuhana telah datang dan tidak makan dan
minum tetapi mereka mengatakan, sesungguhnya ia terkena setan. lalu
datanglah seorang anak manusia yang makan dan minurn lalu mereka
mengatakan, ia adalah seorang yang ahli makan dan ahli minum khamer.”
Dokumen itu menunjukkan penderitaan al-Masih dan menyingkap peperangan
yang akan dihadapinya. Penderitaan yang dialami oleh hati suci al-Masih
adalah sebagai tindakan generasi tersebut di mana beliau diutus di
dalamnya sebagai orang yang memberi petunjuk dan menyampaikan berita
gembira tentang kerajaan langit. Beliau menyerupakan generasi Yahudi
itu dengan anak-anak kecil yang duduk-duduk di pasar sambil
berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil berkata: “kami
telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami berbelas kasih
kepada kalian tetapi kalian tidak menangis.” Al-Masih mengisyaratkan
dengan pernyataan itu tentang apa yang diperbuat anak-anak kecil saat
mereka bermain-main, di mana biasanya mereka meniru orang-orang yang
besar saat mereka bergembira dengan menari-nari dan saat mereka sedih
mereka menangis. Demikianlah mereka sangat cepat berubah antara
bergembira dan sedih tanpa melalui pertimbangan dan kesadaran.
Demikianlah keadaaan orang-orang Yahudi saat mereka mengabdi kepada
Yahya, kemudian saat mereka mengabdi kepada al-Masih. Yahya telah
datang kepada mereka dalam keadaan menangis, tidak makan dan tidak
minum dari apa yang mereka makan dan yang mereka minum. Ia tidak
bergaul dengan sembarangan manusia. Telah datang kepada mereka seorang
nabi yang ahli ibadah tetapi kebanyakan mereka menolaknya dan mereka
mengatakan bahwa ia terkena setan. Kemudian datang kepada mereka
al-Masih di mana ia makan dan minum bersama pada acara walimah dan hari
raya lalu mereka pun menolaknya dan mengatakan bahwa ia suka makan dan
minum khamer padahal beliau adalah cermin terbesar dalam menghilangkan
syahwat dan kesucian yang sempurna.
Alhasil, generasi itu adalah generasi yang main-main Iayaknya anak
kecil. Tidak ada sesuatu pun yang dapat mempengaruhi mereka dan mereka
tidak mau bertaubat. Meskipun demikian, di sana terdapat kelompok kecil
dari manusia yang terpengaruh dan bertaubat. Dokumen tersebut
menunjukkan betapa beratnya penderitaan Isa di tengah-tengah generasi
yang sezaman dengannya. Isa mengalami banyak penderitaan dalam
menyampaikan dakwahnya. Isa banyak menderita di tengah-tengah kaum yang
pikiran mereka belum matang. Mereka tak ubahnya seperti anak-anak kecil
yang suka bermain-main. Kaum yang tak tergugah oleh kalimat-kalimat
yang baik dan mereka tidak bergerak atau tersentuh ketika menyaksikan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa.
Allah SWT kembali memperkuat Isa dengan mukjizat-mukjizat yang
mengagumkan. Mukjizat di sini adalah senjata yang diberikan Allah SWT
kepada nabi-Nya agar nabi tersebut menjadi tenteram dan agar menambah
keyakinan orang-orang yang beriman kepadanya, sedangkan bagi
orang-orang kafir mukjizat tersebut justru menambah kekufuran mereka
sehingga Allah SWT memberikan pembalasan yang setimpal kepada kedua
kelompok tersebut. Mukjizat yang Allah SWT berikan kepada Isa bin
Maryam yang lain adalah, Allah SWT mengabulkan doa Hawariyin dengan
menurunkan makanan dari langit. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra
Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada
kami?’ Isa menjawab: ‘Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu
orang yang beriman.’ Mereka berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu
dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah
berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu.‘ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami,
turunkanlah kiranya kepada hami suatu hidangan dari langit (yang hari
turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang
bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi
kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang
Paling Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan
hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah
(turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan
siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara
umat manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Barangkali kita terheran-heran ketika memperhatikan perkataan
Hawariyin, “wahai Isa bin Maryam, apakah Tuhanmu mampu?” Mungkin
pertama-tama yang terlintas dalam pikiran kita berkenaan dalam ayat
tersebut adalah, keraguan Hawariyin terhadap kekuatan atau kekuasaan
Allah SWT. Bagaimana hal itu mampu mereka laku-kan sedangkan mereka
adalah murid-murid Isa yang beriman dan berserah diri kepada Allah SWT?
Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama mengatakan, bahwa pertanyaan mereka ‘apakah Tuhanmu
mampu?’ Yakni, berarti apakah Tuhanmu bisa? Kemudian mereka mencarikan
alasan yang membenarkan perkataan Hawariyin itu dengan mengatakan bahwa
pertanyaan itu dilontarkan saat mereka baru saja mengikuti Isa, sebelum
mereka banyak mengetahui Allah SWT. Oleh karena itu, Isa berkata dalam
jawabannya terhadap pertanyaan mereka, bertakwalah kepada Allah SWT
jika kamu benar-benar orang mukmin. Yakni, janganlah kalian meragukan
kekuasaan atau kekuatan Allah SWT.
Qurthubi menampik tafsir ini. Hawariyin adalah para penolong Allah SWT,
sesuai dengan nas Al-Qur’an dan tentu tidak boleh bagi penolong Allah
SWT untuk tidak mengetahui kekuatan-Nya, apalagi meragukan
kekuasaan-Nya. Sebagian ulama mengatakan bahwa perkataan tersebut
dikeluarkan orang-orang yang bersama Hawariyin yang berasal dari Bani
Israil dan tidak seorang pun dari Hawariyin yang mengatakan demikian
kecuali mereka hanya sekedar menukil perkataan tersebut. Ada pendapat
lain lagi yang mengatakan bahwa ayat tersebut tidak dibaca ‘hal
yastathi’ rabbuka‘ tetapi dibaca ‘hal tastathi’ rabbaka’ sebagaimana
bacaan Aisyah dan sebagaimana dibaca oleh Nabi. Maknanya, “apakah
engkau mampu menghadirkan kekuatan Tuhanmu terhadap apa yang engkau
minta.” Ada pendapat yang lain mengatakan ia dibaca ‘hal tastathi’
rabbaka’, yakni “apakah engkau mampu untuk berdoa kepada Tuhanmu atau
meminta-Nya.”
Sebagian kaum sufi berpendapat bahwa kaum Hawariyin bukan tidak
mengetahui kekuasaan Allah SWT tetapi pertanyaan itu justru bersumber
dari cinta kepada Allah SWT dan keinginan menyaksikan kekuasaan Allah
SWT. Sikap mereka ini menyerupai dengan perbedaan tingkatan sikap Nabi
Ibrahim as ketika beliau mengatakan:
“Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan
orang-orang mati?’ Allah berfirman: ‘Apakah kamu belum percaya?’
Ibrahim menjawab: ‘Saya telah percaya, tetapi agar bertambah mantap
hatiku.’” (QS. al-Baqarah: 260)
Oleh karena itu, kaum Hawariyin berkata: “Dan hati kami menjadi
mantap,” sebagaimana Nabi Ibrahim berkata: “Agar bertambah mantap
hatiku.” Inilah tafsir yang membuat kita puas dan membuat hati kita
tenang. Nabi Isa menjawab pertanyaan mereka: ‘Bertakwalah kepada Allah
jika betul-betul kamu orang yang beriman.’ Yakni, hati-hatilah kalian
dengan banyak bertanya dan menguji Allah SWT karena kalian tidak
mengetahui apa yang boleh kalian minta untuk didatangkan bukti-bukti
kekuasaan Allah SWT. Perkataan Nabi Isa, jika kalian benar-benar
beriman terfokus kepada apa yang dibawanya yang berupa
mukjizat-mukjizat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Nabi Isa
bermaksud untuk mengatakan, sesungguhnya apa yang telah aku bawa dari
mukjizat-mukjizat bagi kalian seharusnya sudah cukup membuat hati
kalian mantap. “Mereka berkata: ‘Kami ingin memakan hidangan itu dan
supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah
berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu.’”
Kaum Hawariyin menjelaskan kepada Isa sebab pertanyaan mereka ketika
beliau melarangnya. Jika Nabi Isa keluar, maka beliau diikuti lima ribu
orang atau lebih. Sebagian mereka dari kalangan Hawariyin dan sebagian
yang lain campuran di antara pengikutnya dan musuhnya. Dikatakan bahwa
mereka berpuasa dan mereka tidak mempunyai makanan, lalu para pengikut
berkata kepada kaum Hawariyin, “Tanyalah kepada Isa apakah ia mampu
berdoa kepada Tuhannya sehingga diturunkan kepada kita makanan dari
langit.” Kemudian kaum Hawariyin pergi dengan membawa surat kaum itu
kepada Isa. Ketika Isa meminta mereka untuk merasa cukup dengan
mukjizat-mukjizat sebelumnya, mereka kembali melontarkan kebenaran
permintaan mereka: ‘Kami ingin memakan hidangan itu. Mereka adalah
orang-orang yang lapar sementara mereka tidak mempunyai makanan. Dan
supaya tenteram hati kami.
Hati kaum Hawariyin menjadi tenang seperti tenangnya hati Ibrahim. Dan
para pengikut pun merasa hatinya tenang dan mengakui bahwa Isa adalah
Nabi yang diutus untuk mereka. Dan hati musuh juga menjadi tenang
karena mereka menyaksikan kebatilan mereka sehingga pilihan mereka
untuk tidak mengikuti Isa berakibat pada suatu saat mereka akan
dimintai pertanggung jawaban.
“Dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami.
Yakni kami mengetahui bahwa engkau utusan Allah. Dan kami menjadi
orang-orang yang menyaksikan hidangan itu. Yakni, kami menyaksikan
keesaan Allah dan risalah dan kenabianmu. Dan bagi orang lain yang
tidak menyahsikannya, maka kami akan menceritakan kepada mereka
peristiwa yang terjadi.”
Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada
kami suatu hidangan dari langit (yang hari turimnya) akan menjadi hari
raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kavii dan yang
datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri
rezekilah kami dan Engkaulah Pembeti rezeki Yang Paling Utama.’
Ketika kaum Hawariyin bertanya kepada Isa bin Maram agar diturunkan
makanan dari langit, maka Nabi Isa berdiri dan meletakkan pakaian dari
kulit wol kemudian beliau melangkahkan kakinya dan meletakkan tangan
kanannya di atas tangan kirinya, lalu beliau menundukkan kepalanya
dalam keadaan khusuk dan tunduk kepada Allab SWT. Kemudian beliau
membuka matanya dan menangis sehingga air matanya membasahi jenggotnya
bahkan mencapai dadanya dan berkata: ‘Ya Tuhan kami, turunhanlah
kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit… Allah berfirman:
‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu.
Lalu turunlah makanan besar dari celah dua awan: satu awan di atasnya
satu awan di bawahnya. Saat itu manusia melihatnya. Nabi Isa berkata,
“Ya Allah jadikanlah makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi
fitnah.” Lalu turunlah di depan Nabi Isa sapu tangan yang menutupinya
kemudian Nabi Isa tersungkur dalam keadaan sujud yang diikuti oleh kaum
Hawariyin. Mereka mendapati suatu bau yang harum yang belum pernah
mereka temukan sebelumnya.
Nabi Isa berkata, “Siapakah di antara kalian yang paling ikhlas dan
paling percaya kepada Allah SWT agar ia membuka makanan itu sehingga
kita bisa makan darinya serta berzikir kepada Allah SWT atasnya serta
bersyukur kepadanya.” Kaum Hawariyin berkata: “Wahai Ruhullah
sesungguhnya engkau lebih berhak daripada kami dalam hal itu.”, maka
Nabi Isa berdiri lalu beliau mengambil wudhu dan salat. Kemudian beliau
banyak berdoa sambil duduk di sisi makanan itu dan membukanya.
Tiba-tiba di atas makanan itu terdapat ikan yang lezat yang tidak ada
durinya. Nabi Isa ditanya: “Wahai Ruhullah, apakah ini makanan dari
dunia atau dari surga?” Nabi Isa menjawab: “Bukankah Tuhan kalian
melarang kalian untuk bertanya pertanyaan semacam ini. Ia turun dari
langit dan tidak ada makanan sepertinya di dunia dan ia bukan berasal
dari surga tetapi ia adalah sesuatu yang Allah SWT ciptakan dengan
kekuasaan yang luar biasa di mana Dia cukup mengatakan “jadilah, maka
jadilah.”
Para mufasir berbeda pendapat sekitar bentuk makanan yang diturunkan
kepada Isa, apakah itu ikan atau daging? Apakah roti atau buah-buahan?
Kami memandang bahwa pembahasan-pembahasan ini kurang penting. Sesuatu
yang paling penting yang perlu kita perhatikan adalah apa yang
dikatakan oleh Nabi Isa, Sesungguhnya ia diciptakan oleh Allah SWT
dengan kekuasaan yang mengagumkan di mana Dia cukup mengatakan
“Jadilah, maka jadilah ia.”
Inilah hakikat makanan tersebut. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran
Allah SWT yaitu suatu tanda yang Allah SWT mengancam bagi siapa yang
menentangnya Dia akan menyiksanya dengan azab yang belum pernah
diterima oleh seseorang pun di dunia. Para ulama berbeda pendapat
apakah makanan tersebut memang diturunkan atau tidak, tetapi menurut
pendapat mayoritas dan ini yang benar makanan tersebut memang
diturunkan, sesuai dengan firman Allah SWT: “Aku akan menurunkan
hidangan itu bagimu. “
Dikatakan bahwa ribuan pengikut Nabi Isa memakannya dan makanan
tersebut tidak habis. Setiap orang yang buta ia sembuh dari butanya dan
setiap orang yang belang ia sembuh dari belangnya akibat memakan
hidangan itu. Alhasil, setelah menyantap makananitu, orang yang sakit
sembuh dari penyakitnya. Maka hari turunnya makan itu dijadikan hari
raya dari hari raya-hari raya kaum Hawariyin dan para pengikut Nabi
Isa. Kemudian berita dan peristiwa turunnya makanan itu mulai hilang
dan mulai dilupakan sehingga kita tidak menemukan beritanya hari ini di
Injil-Injil yang mereka akui. Setelah peristiwa makanan yang Allah SWT
ceritakan dalam surah al-Maidah, Allah SWT menunjukkan kepada kita
sikap lain dari Nabi Isa bin Maryam. Allah SWT berkata setelah
menceritakan kepada kita tentang turunnya mukjizat makanan dari langit:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang
tuhan selain Allah!’ Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut
bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang
ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang
gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada rnereka kecuali apa yang
Engkau tiepadaku (mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan
Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di
antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang
mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala
sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman: ‘lni
adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran
mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka
dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling
besar.’ Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada
di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS. al-Maidah:
116-120)
Dengan ayat-ayat tersebut, Al-Qur’an menutup surah al-Maidah.
Demikianlah konteks Al-Qur’an berpindah secara mengejutkan dari
turannya makanan kepada sikap atau dialog antara Allah SWT dan Isa bin
Maryam pada hari kiamat. Allah SWT bertanya pada hari kiamat: ‘Hai Isa
putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku
dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’
Para ahli ilmu sepakat bahwa pertanyaan tersebut bukan bersifat
pertanyaan mumi meskipun tampak dalam bentuk pertanyaan karena Allah
SWT mengetahui apa yang dikatakan oleh Isa. Tentu yang dimaksud dengan
pertanyaan itu adalah sesuatu yang lain. Ada yang mengatakan bahwa
Allah SWT bermaksud memberitahu Isa bahwa kaumnya telah mengubah
ajarannya sepeninggalnya. Dan mereka telah mendapatkan fitnah. Ada lagi
yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud dari pertanyaan itu untuk
mencela orang-orang yang mengubah akidah Nabi Isa setelah beliau tidak
ada. Kami kira pertanyaan tersebut memuat dua makna dan mencakup makna
yang lain.
Allah SWT ingin menyingkap dan memberitahu manusia dalam Kitab-Nya yang
terakhir bahwa Nabi Isa terlepas dari berbagai macam tuduhan, dan apa
saja yang dilakukan kaumnya sepeninggalnya. Konteks AI-Qur’an
menunjukkan tentang peristiwa gaib yang belum terjadi meskipun akan
terjadi pada hari kiamat. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyampaikannya
dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau). Al-Qur’an
menyampaikan berita gaib ini kepada penduduk dunia agar mereka
mengetahui hakikat Isa bin Maryam.
Allah SWT bertanya kepadanya dan Isa bin Maryam menjawab. Sebagai nabi
besar, Isa tidak menjawab kecuali setelah ia mengatakan: ‘Maha Suci
Engkau ya Allah.’ Sebelum menjawab, Isa memulai dengan tasbih dan
menyucikan Allah SWT. Nabi Isa menampakkan kepatuhan dan ketundukan
kepada kemuliaan Allah SWT dan rasa takut terhadap azab-Nya. Qurthubi
menyampaikan dalam tafsirnya:
“Ketika Allah SWT berkata kepada Isa, apakah engkau berkata kepada
manusia jadikanlah aku dan ibuku tuhan selain Allah, maka Isa tampak
gemetar terhadap perkataan itu sehingga ia mendengar rintihan dari
tulang-tulangnya di dalam jasadnya lalu ia berkata: ‘Maha Suci Engkau,
tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).
Tidak mungkin aku memutuskan sesuatu yang tidak aku miliki, yang diriku
tidak dapat melakukannya. Aku hanya seorang hamba, bukan seorang yang
disembah: Jika aku pernah mengatakannya maha tentulah Enghau telah
mengetahuinya.
Demikianlah Nabi Isa menyampaikan jawabannya kepada Allah SWT dan ia
mengembalikan sesuatu kepada Allah SWT. Dan Allah SWT Maha Mengetahui
terhadap apa yang dikatakannya. Engkau mengetahui apa yang ada pada
diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Yakni,
Engkau mengetahui apa yang aku sembunyikan sedangkan aku tidak
mengetahui apa yang engkau sembunyikan. Engkau mengetahui rahasiaku dan
apa yang terlintas dalam hatiku dan aku tidak mengetahui apa yang
Engkau sembunyikan dari ilmu gaib-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap hal-hal
yang gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap apa yang terjadi di
tengah-tengah mereka setelah Engkau angkat aku dari bumi: ‘Aku tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau kepadaku
(mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.’
Demikianlah kalimat-kalimat yang disampaikan oleh Isa bin Maryam. Dia
hanya mengajak manusia untuk hanya menyembah Allah SWT dan tidak
menyekutukan-Nya: Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku
berada di antara mereka.
Sesungguhnya Engkau mengawasi mereka saat aku tinggal di tengah-tengah
mereka dan mengajak mereka ke jalan yang benar. Maka setelah Engkau
wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Al-Wafat dalam Kitab
Allah mempunyai tiga bentuk: Pertama, wafat dalam pengertian kematian,
sebagaimana firman Allah SWT:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya.” (QS. az-Zumar: 42)
Yakni ketika tercabutnya ajal. Kedua, bahwa wafat adalah tidur, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari. ” (QS. al-An’am: 60)
Yakni yang menidurkan kalian. Ketiga, wafat berarti pengangkatan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai Isa, sesungguhnya Aku yang menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku. ” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Demikianlah Isa terbebas dari apa yang mereka katakan dan apa yang
mereka nisbatkan kepadanya. Isa mengumumkan bahwa dakwahnya tidak lebih
dari sekadar ajakan untuk bertahuid dan tidak keluar dari kerangka
Islam yang diakui oleh pengikutnya. Kemudian Isa kembali menyampaikan
pembicaraannya dan meminta belas kasihan kepada Allah SWT: Jika Engkau
rnenyiksa mereka, makasesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Tidak
seorang pun dari makhluk yang mempunyai kekuasaan di atas-Mu dan tidak
ada Pencipta selain-Mu. Maha Suci Engkau dan tiada sekutu bagi-Mu dalam
kerajaan dan kekuasaan. Pada akhirnya, mereka adalah hamba-Mu dan
seorang hamba tidak memiliki apa-apa di hadapan tuannya kecuali
kepatuhan: Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’
Isa tidak mengatakan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha
Pengampun dan Maha Pengasih. Jadi, jawaban Isa terfokus pada penyerahan
diri dan kepatuhan serta tunduk kepada kemuliaan Allah SWT dan
kebesaran-Nya. Para pengikut Nabi Isa adalah hamba-hamba Allah SWT yang
patuh. Jika Allah SWT berkehendak, maka Dia akan menyiksa mereka sesuai
dengan siksaan yang layak mereka terima, dan jika Dia berkehendak, maka
Dia akan mengampuni mereka karena Dia mengetahui karena mereka memang
layak untuk mendapatkan ampunan. Dengan penyerahan yang mutlak ini, Isa
menyampaikan jawaban atas pertanyaan Allah SWT dan beliau berlepas diri
dari apa yang dikatakan oleh kaumnya sepeninggalnya. Isa
menyampaikan—pada awal pembicaraannya—bahwa hanya Allah SWT yang patut
disembah, dan pada akhir pembicaraannya Isa menyampaikan penyerahan
dirinya kepada Allah SWT. Allah berfirman: ‘Ini adalah suatu hari yang
bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.
Allah SWT memuji ketulusan Isa, dan karena dialog tersebut terjadi pada
hari kiamat, Allah SWT berfirman: “Hari ini adalah hari kiamat di mana
orang-orang yang benar akan dapat mengambil manfaat dari kebenaran
mereka di dunia. Kebenaran mereka di sana akan mereka temukan
balasannya yang berupa rahmat di sini. “Bagi mereka surga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. “
Demikianlah balasan orang-orang yang benar, surga. Dan ada balasan yang
lebih baik dari surga, yaitu kepuasan (ridha) seorang hamba terhadap
Allah SWT dan keridhaan Allah SWT terhadap hamba. Pengertian kepuasaan
seorang hamba adalah kegembiraannya terhadap penyembahan kepada Allah
SWT sedangkan pengertian keridhaan Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah
rahmat yang diberikan-Nya kepada mereka: Itulah keberuntungan yang
paling besar.’ Setelah itu Allah SWT, memberitahukan hakikat Isa dan
seluruh nabi-Nya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa
yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Allah
SWT adalah Penguasa satu-satunya dan Dia Pencipta satu-satunya.
Selain-Nya adalah hamba.
Isa terus melangsungkan dakwahnya sehingga kejahatan dan keburukan
mengetahui bahwa singgasana mereka terancam hancur. Lalu pasukan
keburukan bergerak untuk menangkapnya. Orang-orang Yahudi menyakitinya
dan menuduhnya dengan berbagai macam tuduhan. Isa dikatakan sebagai
penyihir dan sebagai orang yang mengubah syariat dan mereka menisbatkan
kekuatannya yang luar biasa kepada kekuatan setan. Ketika mereka tidak
lagi memiliki tipu daya yang dapat melumpuhkan Nabi Isa dan mereka
melihat orang-orang yang lemah dan orang-orang fakir berkumpul di
sekitarnya, maka mereka mulai membikin suatu, makar. Mereka
mempengaruhi orang-orang Romawi.
Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut campur karena menganggap
bahwa perselisihan-perselisihan antara orang-orang Yahudi adalah
perselisihan yang terjadi demi memperebutkan kepentingan sesama mereka.
Lalu diadakanlah majelis Sanhadurim (yaitu majelis undang-undang
tertinggi dari kalangan Yahudi). Mereka berkumpul untuk membuat
persekongkolan demi menyingkirkan Isa. Persekongkolan itu mengambil
bentuk yang baru.
Ketika orang-orang Yahudi tidak mampu memerangi Nabi Isa, mereka
berpikir untuk membunuhnya. Mulailah para ketua pendeta Yahudi
bermusyawarah untuk membuat suatu kesimpulan tentang cara yang mereka
lakukan untuk menangkap Nabi Isa yang tidak menirnbulkan kegaduhan di
tengah-tengah masyarakat.
Ketika para kepala Yahudi bermusyarah, maka salah seorang dari murid
al-Masih yang dua belas pergi kepada mereka, yaitu Yahuda
al-Iskhriyutha. Ia berkata kepada mereka, “Apa yang kalian berikan jika
aku berhasil menyerahkannya kepada kalian.”
“Meja penghianatan telah digelar di antara mereka dan dimulailah
perundingan. Orang-orang Yahudi berusaha mencari titik temu dan mereka
sepakat untuk memberinya tiga puluh lempeng dari perak. Ini adalah
harga yang biasa mereka lakukan untuk membeli seorang budak sesuai
dengan syariat Yahudi.” (penjelasan Injil Mata)
Selesailah konspirasi yang menetapkan untuk menangkap al-Masih dan
kemudian membunuhnya. Dikatakan bahwa kepala pendeta Yahudi
merobek-robek bajunya secara dramatis di suatu pertemuan agama dan ia
berteriak, “sungguh Isa telah kafir.” Pero bekan baju dalam tradisi
orang-orang Yahudi dilakukan ketika mereka mendengar atau melihat
sesuatu yang mengandung penghinaan terhadap Allah. Para pendeta Yahudi
tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum bunuh pada saat itu.
Semua itu dilakukan oleh kekuasaan penguasa Romawai. Tetapi tampaknya
mereka berhasil meyakinkan kekuasaan Romawi bahwa Isa telah membuat
rencana untuk melengserkan kekuasaan Romawi atau mereka berhasil
meyakinkan penguasa Romawi bahwa masalah yang mereka hadapi murni
berkaitan dengan tradisi mereka dan keyakinan mereka. Kemudian mereka
menyarankan agar penguasa tidak turut campur atas apa yang mereka
tetapkan. Demikianlah konspirasi itu telah ditetapkan dan telah
diputuskan bahwa Isa harus ditangkap dan kemudian disalib.
Empat Injil yang diakui oleh kalangan Masehi saat ini membicarakan
tentang proses pembunuhan Isa di mana beliau disalib kemudian beliau
bangkit dari kematiannya dan naik ke langit. Semua Injil ini sepakat
tentang proses pengyaliban Isa dan kematiannya, sebagaimana mereka
sepakat tentang tabiat Isa yang mengandung ketuhanan yang bercampur
dengan tabiatnya sebagai manusia. Kami akan menyampaikan keyakinan
orang-orang Masehi berkaitan dengan Isa sebagaimana diyakini oleh
mayoritas kaum Nasrani saat ini, kemudian kami akan mengemukakan
keyakinan Islam tentang Isa sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an
al-Karim dan disampaikan oleh para ulama dan disebutkan dalam hadis.
Setelah itu, kita akan membicarakan hal-hal yang perlu dibicarakan
berkaitan hubungan antara kaum Muslim dan kaum Masehi serta kaitannya
dengan akidah mereka.
Injil Mata mengatakan, “Isa ditangkap dan majelis Sanhadirum memutuskan
bahwa ia harus dibunuh. Kemudian para anggota mejelis itu dari
kepala-kepala para pendeta dan para tokoh mereka menghinanya dan
mengejeknya serta berbuat aniaya terhadapnya bahkan mereka meludahi
wajahnya dan menempelengnya. Sambil mengejek mereka berkata,
“beritahukanlah wahai al-Masih siapa yang memukulrnu.” Setelah itu
al-Masih ditangkap dan ia ditetapkan untuk dibunuh.
Adalah sudah menjadi tradisi di kalangan orang-orang Romawi untuk
mencambuk orang yang ditetapkan untuk dibunuh sebelum pelaksaan hukum
tersebut. Oleh karena itu, para penguasa Romawi menetapkan agar
al-Masih dicambuk terlebih dahulu. Sedangkan syariat Musa menetapkan
agar cambukan itu tidak melebihi empat puluh kali, namun orang-orang
Romawi tidak berhenti pada batasan ini bahkan mereka terus mencambuk
korban dengan cambukan yang kejam dan terus-menerus sehingga punggung
yang bersangkutan hampir saja patah dan napasnya nyaris tinggal
sedikit. Setelah itu, mereka mulai melaksanakan hukum bunuh kepadanya.
Demikianlah yang dilakukan oleh tentara terhadap penyelamat kita.
(Injil Mata 26)
Selesailah proses pecambukan, lalu penguasa Romawi menyerahkan Isa
kepada tentara agar mereka menyalibnya. Kemudian para tentara membuat
sesuatu hal yang bermaksud untuk menghibur. Mereka mencabut pakaian Isa
yang dilumuri dengan darah yang ada luka di tubuhnya setelah proses
pencabukan, lalu mereka memakaikan pakaian merah dengan maksud untuk
mengejeknya. Para raja biasanya memakai pakaian merah. Mereka terus
menghinanya. Mereka memakaikannya mahkota dari duri dan meletakkannya
di atas kepalanya. (Injil Mata 26)
Akhirnya, mereka sampai pada suatu tempat yang bernama Jaljatsah, yaitu
suatu tempat di luar pagar Ursyilim. Tradisi Yahudi menetapkan untuk
memberi satu gelas khamer yang bercampur dengan minyak wangi bagi orang
yang ditetapkan untuk dihukum mati sebelum pelaksanaan hukum. Ini
dimaksudkan sebagai alat pembius untuk meringankan penderitaannya.
Tetapi para tentara menentang tradisi ini dan mereka memberi al-Masih
satu gelas dari cuka yang bercampur dengan sesuatu yang pahit.” (Injil
Mata 26)
Teks Injil mata mengatakan (cetakan tahun 1972) pada pasal kedua puluh
tujuh: “Sehingga mereka sampai ke suatu tempat yang bernama Jaljatsah
lalu mereka memberinya minuman keras yang bercampur dengan empedu agar
ia meminumnya. Ketika ia merasakannya, ia enggan untuk meminumnya.
Kemudian mereka menyalibnya. Kemudian mereka duduk di sana menjaganya
dan meletakkan di atas kepalanya suatu tuduhan yang tertulis: Ini
adalah Yasu’, penguasa Yahudi. Mereka benar-benar menyalibnya bersama
Yasim. Salah seorang dari keduanya di sebelah kanannya dan yang lain di
sebelah kirinya. Lalu orang-orang yang lewat di tempat itu mencelanya
dan berkata, “wahai yang menghancurkan tempat sembahan dan yang
membangunnya pada tiga hari, selamatkanlah dirimu dan jika engkau
adalah anak Allah, maka turunlah dari tempat penyaliban itu.”
Demikianlah sebagian riwayat kaum Masehi tentang proses penyalipan
serta penafsiran mereka berkaitan dengannya. Kami telah menukilnya
tanpa memperhatikan tentang catatan yang terdapat dalam Injil Mata yang
terbaru, yaitu ia merupakan catatan yang paling baik dalam bentuknya
yang terkumpul dari ulama-ulama mereka dan tokoh-tokoh agama Masehi
sehingga ia lebih mudah untuk dipahami dan lebih sederhana. Kami telah
mengemukakan sebagiannya kepada Anda dalam halaman-halaman ini.
Sementara itu, dalam akidah Islam disebutkan suatu riwayat yang berbeda
dengan riwayat yang ada dalam Injil-Injil yang terdapat sekarang, baik
yang berhubungan dengan kehidupan akhir yang dialami oleh Isa maupun
tabiat Isa yang merupakan sumber perselisihan setelah pengangkatannya.
Al-Qur’an al-Karim menceritakan bahwa Allah SWT tidak menghendaki Bani
Israil untuk membunuh Isa atau menyalibnya tetapi Allah SWT
menyelamatkannya dari kekufuran mereka lalu mengangkatnya di sisi-Nya.
Mereka tidak berhasil membunuhnya dan tidak berhasil menyalibnya tetapi
ia diserupakan seperti orang-orang di antara mereka. Allah SWT
berfirman:
“Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih,
Isa putra Maryam, Rasul Allah,’ padahal mereka tidak membunuhnya dan
tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah arang yang
diserupakan dengan Isa bagi meeha. Sesungguhnya orang-orang yang
berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keraguan
tentang yang dibunuh itu. Mereka tidah mempunyai keyakinan tentang
siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka
tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang
sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepadanya.” (QS. an-Nisa’:
157-158)
Dan Allah SWT juga berflrman:
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan
menyampaikan karnu pada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku
serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir. ” (QS. Ali ‘Imran:
55)
Para ulama-ulama Islam sepakat atas hal itu dan mereka berselisih
pendapat tentang cara beragumentasi terhadap apa yang mereka yakini
sebagai kebenaran. Sebagian mereka meyakini nas-nas Al-Qur’an saja yang
menyebut tentang Isa al-Masih dan mereka tidak mendukungnya atau
memperkuatnya dengan kitab-kitab lain selain Al-Qur’an. Kedua metode
tersebut memiliki titik kekuatan tersendiri. Orang yang berpegangan
dengan pendapat yang pertama mengatakan bahwa Nabi melarang untuk
membahas kitab-kitab pegangan kaum Yahudi dan kaum Nasrani. Bagi kaum
itu agama mereka dan bagi kita agama kita dan hanya Allah SWT yang akan
memutuskan segala perselisihan di antara kita pada hari kiamat.
Sedangkan orang-orang yang berpegangan dengan cara yang kedua
mengatakan bahwa larangan Nabi tersebut terjadi pada permulaan masa
Islam di mana kaum Muslim sangat dekat dengan masa jahiliah. Nabi
memerintahkan mereka agar tidak disibukkan dengan kitab-kitab lain
selain kitab mereka, yakni Al-Qur’an. Yang demikian ini dimaksudkan
agar mereka memiliki akidah yang kuat dan keyakinan mereka benar-benar
tertanam dalam diri mereka, Tetapi ilmu dan pandangan ilmiah menetapkan
bahwa seorang yang alim harus banyak menggali kitab-kitab kuno dalam
rangka mengetahui kebenaran dan jika ia mendapati sesuatu yang sesuai
dengan apa yang didapatinya dengan kebenaran, maka hatinya akan lebih
merasa tenang dan damai. Berkaitan dengan kelompok yang pertama yang
merasa cukup dengan Al-Qur’an, kita tidak menemukan perincian-perincian
yang mendalam berkenaan dengan usaha penangkapan Isa, bagaimana proses
pengangkatannya ke langit, di mana Isa diserupakan dengan salah seorang
di antara mereka, bagaimana dia diserupakan dengan salah seorang di
antara mereka. Allah SWT telah menyerupakannya dengan salah seorang di
antara mereka sedangkan Nabi Isa diangkat ke langit. Demikianlah
penjelasan singkat mereka, tidak ada penambahan lagi. Sedangkan
kelompok yang kedua, mereka melontarkan kisah secara lengkap. Mereka
mengatakan bahwa Allah SWT menyerupakan Isa dengan Yahuda. Yahuda ini
adalah Yahuda al-Askhariyutha yang menurut Injil ia menjualnya kepada
musuh-musuhnya dan menunjukkan kepada mereka tentang keberadaannya. Ia
adalah seorang muridnya yang terpilih. Demikian ini sesuai dengan Injil
Barnabas di mana disebutkan di dalamnya: “Ketika para tentara mendekat
bersama Yahuda di tempat yang di situ terdapat Yasu’, maka Yasu’
mendengar kedatangan segerombolan orang yang menuju tempatnya. Oleh
karena itu, ia segera pergi ke rumah dalam keadaan takut. Di dalam
rumah itu terdapat sebelas orang yang tidur. Ketika Allah melihat
bahaya akan mengancam hamba-Nya, maka Dia merintahkan Jibril, Mikail,
dan Rafail (Israfil), serta Idril (Izrail) yang mereka semua adalah
para utusan-Nya untuk mengambil Yasu’ dari dunia. Lalu datanglah
malaikat-malaikat yang suci di mana mereka mengambil Yasu’ dari pintu
yang dekat dengan arah selatan. Mereka membawanya dan meletakkannyadi
langit yang ketiga dengan disertai para malaikat yang selalu bertasbih
kepada Allah selama-lamanya. Yahuda masuk secara paksa ke kamar yang di
situlah Yasu’ diangkat ke langit. Saat itu murid-murid sedang tidur
semuanya, lalu Allah mendatangkan keajaiban yang luar biasa di mana
Yahuda berubah cara berbicaranya dan juga wajahnya. Ia sangat mirip
sekali dengan Yasu’ sehingga kami mengiranya Yasu’. Adapun ia (Yahuda)
setelah membangunkan kami, ia mencari-cari di mana si guru berada. Oleh
karena itu, kami merasa heran dan kami menjawab, “bukankah engkau wahai
tuanku guru kami, apakah sekarang engkau telah melupakan kami?”
Demikianlah kisah yang terdapat dalam Injil Barnabas. Allah SWT
berfirman:
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang Sesungguhnya
telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat
benar, kedua-duanya biasa memakan makanan.” (QS. al-Maidah: 75)
Para ulama berkata, “Al-Masih dinamakan al-Masih karena ia mengusap
bumi dan membersihkannya serta usahanya untuk menyelamatkan agama dari
fitnah di zaman itu karena saking hebatnya kebohongan orang-orang
Yahudi kepadanya dan bagaimana usaha mereka untuk menciptakan dusta
padanya dan kepada ibunya as.” Banyak ulama yang meriwayatkan tentang
kesucian spiritual dari Nabi Isa. Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi
bahwa beliau menceritakan tentang al-Masih sebagai berikut: “Isa
melihat seorang lelaki yang mencuri lalu ia berkata: “Wahai si fulan
apakah engkau mencuri?” Orang itu berkata: “Tidak, demi Allah aku tidak
mencuri,” Isa berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT dan pengelihatanku
telah berbohong.” Ini menunjukkan kesucian ruhani Isa di mana ia lebih
memilih sumpah orang itu atas apa yang disaksikannya. Ia membayangkan
bahwa orang tersebut tidak akan bersumpah dan membawa nama Allah SWT
yang Maha Besar lalu ia berdusta sehingga ia menerima pernyataannya dan
ia kembali kepada dirinya sendiri sambil berkata: “Aku beriman kepada
Allah SWT, yakni aku mempercayaimu dan mataku telah berbohong karena
engkau telah bersumpah.” Ada riwayat lagi yang mengatakan bahwa suatu
hari Nabi Isa berjalan bersama sahabatnya dan mereka melewati bangkai
anjing yang busuk baunya, lalu sahabat-sahabat Isa sangat terpukul dan
sangat menderita dengan bau anjing itu. Melihat sikap mereka, Isa
berkata: “Lihatlah betapa putih giginya.”
Isa ingin mengajari manusia bagaimana mereka menghadapi keburukan di
mana Nabi Isa menekankan agar mereka lebih melihat kepada keindahan dan
kebaikan. Dakwah Nabi Nabi Isa merupakan puncak dari ketinggian ruhani
dan idealisme yang mengagumkan di mana Beliau lebih menekankan kebaikan
daripada keburukan. Rasulullah berkata: “Semua para nabi adalah
saudara, agama mereka satu sedangkan mereka dilahirkan dari berbagai
macam ibu dan aku adalah manusia yang utama begitu juga Isa bin Maryam
di mana tidak ada nabi setelahku dan sesudahnya.” Dalam berbagai
riwayat disebutkan bahwa Nabi Isa akan turun pada akhir zaman. Islam
sangat memberikan penghormatan kepada Isa yang sesuai dengan
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi yang besar. Islam
menamakannya Rasulullah dan Kalimatullah yang telah diberikan kepada
Maryam. Allah SWT berfirman:
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah hamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan
(yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam,
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: ‘(Tuhan itu) tiga.’
Berhentilah dari ucapan itu. (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya
Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci dari mempunyai anak, segala yang
di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk
menjadi Pemelihara. Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba
bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat malaikat yang terdekat
(kepada Alah). Barangsiapa yang enggan dari menyernbah-Nya dan
menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua
kepadanya. Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka
Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka
sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan
menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang
pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan
penolong selain dari Allah. ” (QS. an-Nisa’: 171- 173)
Ibnu Katsir berkata dalam Qhisasul Anbiya’: Para pengikut Nabi Isa
berselisih pendapat setelah Nabi Isa diangkat ke langit. Sebagian
mereka mengatakan, di tengah-tengah kita ada hamba Allah SWT dan
rasul-Nya (Ariyus). Sebagian lagi mengatakan, dia adalah Allah. Yang
lain lagi mengatakan, dia adalah anak Allah. Mereka berselisih pendapat
tentang Injil yang menyebutkan berbagai kebo hongan di mana terdapat di
dalamnya penambahan, pengurangan, dan pergantian. Al-Qur’an al-Karim
telah membahas persoalan ketuhanan. Ia menjelaskan bahwa Allah SWT Maha
Suci dari segala sekutu dan anak dan segala hal yang menyerupai-Nya
serta segala bentuk ingkarnasi, kejauhan, kedekatan dan pencapaian
pandangan mata. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, YangMahaEsa.’Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. ” (QS.
al-Ikhlash: 1-4)
Dan tentang Isa as Allah berfirman: “Sesungguhnya misal (penciptaan)
Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan
Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ (seorang
manusia), maka jadilah ia.” (QS. Ali ‘Imran: 59)
“Mereka (orang-orang kafir) berkata: Allah mempunyai anah.’ Maha Suci
Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan
Allah; semua tunduk kepadanya. Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila
Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia
mengatakan kepadanya: ‘Jadilah’, lalujadilah ia.” (QS. al-Baqarah:
116-117)
“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putra Allah’ dan orang-orang
Nasrani berhata: Al-Masih itu putra Allah.’ Demikian itulah ucapan
mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir
terdahulu. Mereka dilaknat oleh Allah; bagaimana mereka sampai
berpaling?” (QS. at-Taubah: 30)
Nas tersebut mengisyaratkan akidah orang-orang Mesir dan orang-orang
seperti mereka dari umat-umat yang terdahulu di mana akidah mereka
terfokus pada keyakinan penyaliban Isa, tentang tebusan dan kebangkitan
Tuhan yang disembelih serta penentangannya terhadap para pengikutnya
setelah kematiannya.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya
Allah itu ialah al-Masih putra Maryam.‘ Katakanlah: ‘Maka siapakah
(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendah Allah, jika Dia
hendak membinasakan al-Masih putra Maryam itu beserta ibunya dan
seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?’ Kepunyaan Allahlah
kerajaan langit dan bumi dan apayang ada di antara keduanya; Dia
menciptakan apa yang dihehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. al-Maidah: 17)
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Allah salah seorang
dari yang tiga,’ padahal sekali-kali tidak ada selain dari Tuhan
YangEsa.” (QS. al-Maidah: 73)
Demikianlah Al-Qur’an al-Karim menyebutkan sikap berbagai aliran yang
saling berlawanan yang tumbuh setelah pengangkatan al-Masih. Al-Qur’an
menjelaskan bahwa al-Masih adalah hamba Allah SWT dan seorang rasul
yang diutus kepada Bani Israil. Kata hamba dan rasul adalah kata yang
sangat jelas artinya, adapun yang dimaksud dengan al-Kalimah dan
ar-Ruh, maka kedua kata tersebut perlu dijelaskan. Kaum Muslim memahami
bahwa al-Kalimah adalah petunjuk Allah SWT yang diberikan-Nya kepada
Maryam sedangkan ar-Ruh adalah menunjukkan atau mengisyaratkan kepada
Ruh Kudus, yaitu Jibril as. Allah SWT telah menguatkannya atau
menguatkan Nabi Isa dengan ruh yakni Jibril:
“Dan (ingatlah) ketiha Aku dukung kamu dengan Ruhul Kudus.” (QS. al-Maidah: 110)
Setelah mengemukakan keyakinan kaum Masehi tentang karakter Nabi Isa
dan akhir dari kehidupannya dan setelah menjelaskan kebenaran yang
Allah SWT ceritakan kepada kita tentang karakter tersebut dan akhir
dari kehidupan yang dialami oleh Nabi Isa, kita ingin mengetahui apa
yang harus dilakukan oleh kaum Muslim dalam hubungan mereka dengan
orang-orang Masehi serta keyakinan mereka. Islam menetapkan atau
menyampaikan nas-nas yang jelas yang mengkhususkan agama Masehi—di
antara agama-agama yang lain—dengan kecintaan. Al-Qu’ran mengingkari
ketuhanan al-Masih; ia juga mengingkari penyaliban dan tebusan dosa
yang dilakukannya. Namun Al-Qur’an menegaskan dalam nasnya bahwa agama
Nasrani merupakan agama yang lebih dekat kecintaannya kepada Islam.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya
terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang
berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian itu
disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka
tidak menyombongkan diri.” (QS. al-Maidah: 82)
Allah SWT memuji para pengikut al-Masih yang berjalan di atas petunjuknya. Allah SWT berfirman:
“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun
dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (keadaan tidak
menikah dan mengurung diri di biara) padahal kami tidak mewajibkannya
kepada mereka tetapi mereka sendirilah yang mengada-adakannya untuk
mencarai keridhaan Allah.” (QS. al-Hadid: 27)
Tidak terdapat kontradiksi dari dua sikap tersebut. Pengingkaran
Al-Qur’an terhadap ketuhanan al-Masih dan pengakuannya terhadap
kecintaan kaum Nasrani serta pujiannya terhadap orang-orang yang
mengikuti Nabi Isa mengandung makna lebih dari satu: Pertama, bahwa
Masehi berdasarkan pada agama Tauhid dan sangat sulit bagi para
pengikutnya untuk meninggalkan tauhid, dan hanya Allah SWT yang
mengakui hakikat apa yang terpendam dalam hati; kedua, dalam kalangan
orang-orang Nasrani terdapat para pendeta dan para rahib yang tidak
bersikap congkak di hadapan Allah SWT tetapi mereka sangat patuh dan
tunduk kepadanya; ketiga, sebagian pengikut Nabi Isa memiliki hati yang
dipenuhi dengan kasih sayang dan rahmat. Tentu rahmat dan kasih sayang
tersebut tidak tumbuh kecuali dari keimanan terhadap hari akhir. Allah
SWT telah menetapkan perintah-Nya kepada kaum Muslim agar mereka
memperlakukan ahlul kitab dengan perlakuan yang mulia dan baik,
sebagaimana Islam menjamin kebebasan untuk menentukan keyakinan pada
setiap manusia. Allah SWT berfirman:
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus: 99)
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.” (QS. al-Baqarah: 256)
“Katakanlah: ‘Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa
tidah kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah
kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
menyerahkan diri (kepada Allah).’” (QS. Ali ‘Imran: 64)
Kita perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang cara
memperlakukan kaum Masehi sebagai individu sebagaimana ia berbicara
tentang bagaimana kita memperlakukan keyakinan mereka. Sehubungan
dengan kaum Masehi sebagai individu, kita menyaksikan ayat-ayat
tersebut memerintahkan untuk membalas kecintaan yang mereka perlihatkan
di mana nas tersebut dengan tegas mengatakan bahwa mereka lebih dekat
kecintaannya kepada orang-orang yang beriman. Jika Allah SWT yang
menegaskan hal tersebut, maka orang-orang Muslim harus membalas
kebaikan dan kecintaan yang ditunjukkan oleh kaum Nasrani. Adapun
sehubungan dengan keyakinan mereka, di dalam Al-Qur’an terdapat banyak
ayat yang melarang untuk memaksa manusia dalam bentuk apa pun. Allah
SWT berfirman:
“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka barangsiapa
yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
kafir biarlah ia kafir.” (QS. al-Kahfi: 29)
Yang demikian itu, karena keimanan yang didahului dengan paksaan adalah
bukan keimanan karena ia berarti mencabut ikhtiar atau kebebasan
manusia, padahal itu adalah syarat dari keimanan. Dan barangkali inilah
yang menunjukkan kesempumaan Islam dilihat dari sikapnya yang demikian
indah. Kami kira tanpa kita harus memaksakan tafsiran kita kepada
ayat-ayat tersebut dan memohon kepada Allah SWT dari kesalahan dan
kebodohan bahwa Islam dengan sikapnya itu ingin menjauhkan para
pengikutnya dari kalangan awam dari perdebatan yang panjang dan
melelahkan seputar keyakinan orang lain. Tentu perdebatan tersebut
tidak akan berujung dan akan menjadi seperti debat kusir saja. Namun
tugas tersebut hanya diemban oleh para ulama, di mana mereka membahas
sebagaimana mereka kehendaki berbagai keyakinan-keyakinan keberagamaan,
sedangkan orang-orang awam tidak diberi tanggung jawab dalam hal itu.
Lagi pula, perselisihan antara keyakinan dan aliran-aliran di kalangan
Masehi dan kalangan Yahudi jika melibatkan orang-orang awam, maka itu
hanya memboroskan waktu dan hanya membuat lelah saja.
Islam akan kembali menjadi asing dan akan kembali menjadi asing seperti
pertama kali terbit. Dalam suasana keasingan Islam yang pertama,
orang-orang Muslim berhasil membangun suatu individu Muslim yang kokoh.
Dan ketika bangunan tersebut telah selesai, maka sempurnalah
pembangunan pemerintahan Islam. Kita tidak mendengar bahwa salah
seorang di antara mereka terlibat dalam perdebatan yang sengit yang
tidak berujung sekitar keyakinan orang lain. Sesungguhnya memberi
petunjuk kepada orang lain sehingga orang tersebut engetahui jalan
menuju Allah SWT adalah perbuatan yang indah, tetapi hidayah tersebut
didahului dengan tekad seseorang untuk memberikan petunjuk kepada
dirinya sendiri. Seandainya orang-orang Islam membimbing mereka menuju
jalan Allah SWT niscaya Allah SWT memberi petunjuk melalui mereka siapa
saja yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an menetapkan dua mukjizat kepada Nabi Isa yang tidak disebutkan
dalam kitab Injil: pertama mukjizat yang berupa pembicaraannya saat ia
masih menyusui dibuaian. Dan yang kedua mukjizat makanan yang turun
dari langit kepada kaum Hawariyin. Sebagaimana Al-Qur’an menetapkan
kemuliaan yang diperoleh oleh Nabi Isa saat ia diselamatkan dari
tangan-tangan jahat orang-orang Yahudi yang ingin menyiksanya atau
membunuhnya sehingga Nabi Isa terselamatkan dan dia diangkat ke langit.
Rasulullah saw mewasiatkan kepada sahabatnya agar mereka memperlakukan
orang-orang Masehi dengan penuh kebaikan, bahkan beliau menikahi Maria
al-Qibthiya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seseorang
lelaki dari Bani Salim bin Auf yang bernama al-Hasin mempunyai dua
orang anak yang masih Kristen, lalu ia masuk Islam dan bertanya kepada
Rasulullah saw bagaimana seandainya ia harus memaksa kedua anaknya
untuk memeluk Islam sedangkan mereka berdua menolak agama lain selain
agama Masehi? Kemudian Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam).” (QS. al-Baqarah: 256)
Ketika para utusan Najran dari kalangan kaum Masehi datang ke Madinah
untuk berunding dengan Nabi, maka beliau memberi mereka setengah dari
mesjidnya agar mereka dapat melaksanakan salat dengan cara mereka di
dalamnya. Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri untuk melakukan salat
kepada seseorang jenazah lalu dikatakan kepadanya bahwa ia adalah
jenazah Yahudi. Kemudian Rasulullah menjawab: “Bukankah ia adalah
manusia.” Dalam kesempatan lain Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa
yang mengganggu secara aniaya seorang Yahudi atau seorang Nasrani, maka
aku akan jadi musuhnya pada hari kiamat.” Terkadang kekuasaan akan
langgeng meskipun disertai dengan kekufuran tetapi ia tidak akan abadi
ketika disertai dengan kelaliman.
Para ulama Islam berselisih pendapat berkaitan dengan keadaan Nabi Isa
setelah pengangkatannya. Mereka sepakat bahwa beliau tidak disalib
tetapi Allah SWT mengangkatnya di sisi-Nya. Tetapi ketika ia tidak
disalib, maka bagaimana keadaannya setelah itu: apakah ia masih hidup,
ataukah ia mati seperti matinya nabi yang lain? Mayoritas mengatakan
bahwa Allah SWT mengangkat Isa dengan fisiknya dan ruhnya di sisi-Nya.
Mereka mengambil zahir dari firman-Nya:
“Tetapi Allah mengangkatnya di sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 158)
Juga sebagian hadis yang mendukung hal tersebut. Sementara itu,
kelompok yang lain dari kalangan mufasirin, dan ini adalah kelompok
yang minoritas, mereka mengatakan bahwa Nabi Isa hidup sehingga Allah
SWT mematikannya sebagaimana Dia mematikan nabi-nabi-Nya lalu Dia
mengangkat ruhnya di sisi-Nya sebagaimana ruh para nabi diangkat,
begitu juga ruh para shidiqin (orang-orang yang benar) dan syuhada.
Mereka mengambil zahir firman-Nya:
“(Ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai ha, sesungguhnya Aku akan
menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku
serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir.” (QS. Ali ‘Imran:
55)
Kami sendiri lebih memilih pendapat yang pertama karena ia sangat
sesuai—sebagai mukjizat yang luar biasa—dengan kelahiran Isa di mana
kelahiran tersebut dipenuhi dengan mukjizat yang luar biasa, juga
sesuai dengan kehidupannya dan kesuciannya. Jadi, kedua-duanya
merupakan mukjizat yang luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar